Hal Dimana Kamu Merasa Bangga, Sementara Orang Lain Meremehkan.
Dulu, zamannya gue suka berebut
ayunan dan masih minum susu pake dot. Gue punya cita-cita untuk jadi guru TK. Mereka
keliatan baik dan anggun, seenggaknya di mata gue. Menginjak masa pra-remaja,
gue masih tetap memimpikan hal tersebut. Waktu itu berat badan gue lebih dari
lima puluh kilo dan gue masih tetap memegang prinsip bahwa make rok sekolah di
pinggang itu oke, gue ngebatin dalam hati kalo suatu hari nanti gue harus jadi
guru TK. Selalu.
Dan lo tahu? Tuhan meng – ijabahnya
dengan begitu baik.
Lulus SMK gue nganggur. Ibu doyan
marah, dan kepala gue mendadak terserang penyakit yang mematikan. Pusing karena
nggak ngantongin duit. Lupakan soal kata terakhir karena terkesan gue cewek
doyan duit. Ah, lupakan. Dan bisa di bilang gue berprofesi saat jerapah bisa tidur sambil berdiri hingga berakhir dimasa zebra nggak bisa tidur kalo nggak di temenin.
Singkat cerita, gue jadi guru TK. Dengan
hari pertama yang mencanggungkan. Sama kaya di lagu abang Duta tercinteh ngana.
Pertama kali masuk kelas, gue
merasa benar-benar di perhatikan. Entah dari orang tua murid yang sibuk
nungguin anaknya, murid di kelas yang bakalan gue ajar serta guru guru disana,
bahkan mungkin tukang cilor dan abang-abang laba laba yang suka gue beli pun
merhatiin gue.
Orang-orang tentu bakalan
mempertimbangkan pekerjaan dengan gaji se upil dan hal remeh semacam nggak ada
gelarnya, nggak ada sertifikatnya atau susahnya jadi PNS kelak. Yeelah, adek
gue yang SMP juga bisa kali jadi guru TK! Begitulah bahasa lembutnya.
Tapi nggak tau kenapa waktu gue
jadi guru TK, kok gue bisa merasa bangga ya? Gue bangga karena di panggil,
dipeluk dan di gerecokin makan saat istirahat. Gue bangga ketika anak murid gue
mulai bisa mengeja kata-kata yang tadinya sama sekali nggak bisa mereka baca. Gue
bangga dengan cerita dan lagu-lagu aneh yang gue buat untuk mereka. Gue bangga
karena mereka berpandangan bahwa gue mampu segalanya. Bahkan gue bangga disaat
gue harus lari-lari kekamar mandi karena salah satu dari mereka pup di celana.
Bukannya, hanya ada beberapa
perempuan yang mau melakukannya?
Maksudnya, gue yakin kenapa
orang-orang berpandangan bahwa menjadi guru TK bukan sesuatu yang harus diberi
decak kagum atau teprokan tangan. Nggak. Gue nggak pernah berharap demikian.
Gue bahkan berpikiran betapa
sengsara dan menderitanya mereka. Tentu aja gaji mereka nggak akan cukup untuk
mengimbangi hobi belanja. Barangkali guru TK yang diberi label semua bisa hanya
manusia yang menderita karena nggak bisa ngeredit rumah dengan penghasilannya.
Gue tentu tau bahwa menjadi guru TK
harus membuat gue mengambil beberapa waktu untuk membuat beberapa pekerjaan
rumah. Menggunting banyak origami, memberi bintang dengan tinta merah, berlenggak-lenggok
dengan ceria, mencari baju untuk pentas, menuntun tangan-tangan kecil yang
nggak bisa memegang pensil dengan benar, meneriakan huruf alphabet beratus kali,
menyeleksi siapa saja yang patut untuk ikut lomba terlebih dahulu dan
memutuskan hal paling terburuk – juara dikelasnya. Gue pasti bakalan bergadang
untuk memberi kata-kata manis di rapot milik mereka, memberi dukungan dan
mendengarkan wali murid yang menghadapi banyak konflik sesekali dengan tenang.
Nggak perduli apa gambar macan gue
lebih mirip kuda lumping atau suara gue nggak lebih baik dari onta kejepit. Gue
tetap harus melakukannya. Dan mirisnya, beberapa dari mereka menganggap
semuanya terkesan mudah.
Mereka diluar sana selalu bilang.
“Apa lo bakalan terus jadi guru TK?”
“Lo yakin bakalan sanggup dengan
gaji segitu?”
“Lo nggak mau naik jadi guru SD,
SMP atau SMA?”
Dan gue sepakat dengan ‘mari
kita cari duit yang banyak’
Tapi terlepas dari hal itu. Gue selalu
merasa harus membungkukan badan untuk mereka yang masih mampu mendedikasikan
dirinya mengajar bocah-bocah yang mungkin aja nggak akan mengingat nama ataupun
wajah mereka. Nggak perduli seberapa kerasnya suara mereka, seberapa banyaknya
mereka bernyanyi atau betapa bosannya mereka mengulang-ulang huruf yang sama. Menjadi
guru TK adalah suatu kebanggan untuk gue.
Pekerjaan seperti itu terlihat
istimewa karena ada rasa kasih, cinta dan keikhlasan didalamnya bukan? Guru TK
mungkin barangkali mengajari lo bahwa duduk nggak boleh seperti ini dan itu,
berbicara sopan, membaca dengan benar serta membedakan banyak warna. Tapi lo
pasti tau bahwa mereka hanya akan menetap didalam memori lo dalam waktu yang
nggak berapa lama dan hanya memiliki secuil dari pengalaman yang hidup lo
punya.
Pernah terlintas didalam otak bodoh
gue.
Mengapa hal kecil selalu
diremehkan? Sementara sesuatu yang besar justru selalu berasal dan bermuara
dari hal-hal terkecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar