Merelakan tidak pernah sepaket dengan mengikhlaskan. Kuatlah.

Selasa, 24 Januari 2017

Label yang Payah.



Hal Dimana Kamu Merasa Bangga, Sementara Orang Lain Meremehkan.

Dulu, zamannya gue suka berebut ayunan dan masih minum susu pake dot. Gue punya cita-cita untuk jadi guru TK. Mereka keliatan baik dan anggun, seenggaknya di mata gue. Menginjak masa pra-remaja, gue masih tetap memimpikan hal tersebut. Waktu itu berat badan gue lebih dari lima puluh kilo dan gue masih tetap memegang prinsip bahwa make rok sekolah di pinggang itu oke, gue ngebatin dalam hati kalo suatu hari nanti gue harus jadi guru TK. Selalu. 

Dan lo tahu? Tuhan meng – ijabahnya dengan begitu baik.

Lulus SMK gue nganggur. Ibu doyan marah, dan kepala gue mendadak terserang penyakit yang mematikan. Pusing karena nggak ngantongin duit. Lupakan soal kata terakhir karena terkesan gue cewek doyan duit. Ah, lupakan. Dan bisa di bilang gue berprofesi saat jerapah bisa tidur sambil berdiri hingga berakhir dimasa zebra nggak bisa tidur kalo nggak di temenin.

Singkat cerita, gue jadi guru TK. Dengan hari pertama yang mencanggungkan. Sama kaya di lagu abang Duta tercinteh ngana.

Pertama kali masuk kelas, gue merasa benar-benar di perhatikan. Entah dari orang tua murid yang sibuk nungguin anaknya, murid di kelas yang bakalan gue ajar serta guru guru disana, bahkan mungkin tukang cilor dan abang-abang laba laba yang suka gue beli pun merhatiin gue.

Orang-orang tentu bakalan mempertimbangkan pekerjaan dengan gaji se upil dan hal remeh semacam nggak ada gelarnya, nggak ada sertifikatnya atau susahnya jadi PNS kelak. Yeelah, adek gue yang SMP juga bisa kali jadi guru TK! Begitulah bahasa lembutnya.

Tapi nggak tau kenapa waktu gue jadi guru TK, kok gue bisa merasa bangga ya? Gue bangga karena di panggil, dipeluk dan di gerecokin makan saat istirahat. Gue bangga ketika anak murid gue mulai bisa mengeja kata-kata yang tadinya sama sekali nggak bisa mereka baca. Gue bangga dengan cerita dan lagu-lagu aneh yang gue buat untuk mereka. Gue bangga karena mereka berpandangan bahwa gue mampu segalanya. Bahkan gue bangga disaat gue harus lari-lari kekamar mandi karena salah satu dari mereka pup di celana.

Bukannya, hanya ada beberapa perempuan yang mau melakukannya?

Maksudnya, gue yakin kenapa orang-orang berpandangan bahwa menjadi guru TK bukan sesuatu yang harus diberi decak kagum atau teprokan tangan. Nggak. Gue nggak pernah berharap demikian.
Gue bahkan berpikiran betapa sengsara dan menderitanya mereka. Tentu aja gaji mereka nggak akan cukup untuk mengimbangi hobi belanja. Barangkali guru TK yang diberi label semua bisa hanya manusia yang menderita karena nggak bisa ngeredit rumah dengan penghasilannya.

Gue tentu tau bahwa menjadi guru TK harus membuat gue mengambil beberapa waktu untuk membuat beberapa pekerjaan rumah. Menggunting banyak origami, memberi bintang dengan tinta merah, berlenggak-lenggok dengan ceria, mencari baju untuk pentas, menuntun tangan-tangan kecil yang nggak bisa memegang pensil dengan benar, meneriakan huruf alphabet beratus kali, menyeleksi siapa saja yang patut untuk ikut lomba terlebih dahulu dan memutuskan hal paling terburuk – juara dikelasnya. Gue pasti bakalan bergadang untuk memberi kata-kata manis di rapot milik mereka, memberi dukungan dan mendengarkan wali murid yang menghadapi banyak konflik sesekali dengan tenang.

Nggak perduli apa gambar macan gue lebih mirip kuda lumping atau suara gue nggak lebih baik dari onta kejepit. Gue tetap harus melakukannya. Dan mirisnya, beberapa dari mereka menganggap semuanya terkesan mudah. 

Mereka diluar sana selalu bilang.

“Apa lo bakalan terus jadi guru TK?”

“Lo yakin bakalan sanggup dengan gaji segitu?”

“Lo nggak mau naik jadi guru SD, SMP atau SMA?”

Dan gue sepakat dengan ‘mari kita cari duit yang banyak’

Tapi terlepas dari hal itu. Gue selalu merasa harus membungkukan badan untuk mereka yang masih mampu mendedikasikan dirinya mengajar bocah-bocah yang mungkin aja nggak akan mengingat nama ataupun wajah mereka. Nggak perduli seberapa kerasnya suara mereka, seberapa banyaknya mereka bernyanyi atau betapa bosannya mereka mengulang-ulang huruf yang sama. Menjadi guru TK adalah suatu kebanggan untuk gue.

Pekerjaan seperti itu terlihat istimewa karena ada rasa kasih, cinta dan keikhlasan didalamnya bukan? Guru TK mungkin barangkali mengajari lo bahwa duduk nggak boleh seperti ini dan itu, berbicara sopan, membaca dengan benar serta membedakan banyak warna. Tapi lo pasti tau bahwa mereka hanya akan menetap didalam memori lo dalam waktu yang nggak berapa lama dan hanya memiliki secuil dari pengalaman yang hidup lo punya.

Pernah terlintas didalam otak bodoh gue.

Mengapa hal kecil selalu diremehkan? Sementara sesuatu yang besar justru selalu berasal dan bermuara dari hal-hal terkecil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar