Merelakan tidak pernah sepaket dengan mengikhlaskan. Kuatlah.

Sabtu, 31 Oktober 2015

True or False?

Bagaimana kabarmu?
Masihkah memimpikan orang yang tidak pernah mengingatmu?
Masihkah kamu menderita diatas kebahagiaannya dengan orang "berarti" disisinya?

Sebut saja itu cinta, jika kamu masih dengan bodoh merapal namanya. Lalu mengatakan "Tak mengapa, asal dia bahagia." Tapi bukankah cinta selalu menuntut memiliki? Bukankah merelakan tidak pernah sepaket dengan kebahagiaan? Lalu mengapa dengan angkuhnya kamu mengatakan hal bodoh seperti itu?

Bagaimana dengan jalanmu?
Masihkah kamu mengharapkan bahwa kelak dia akan mengatakan "maaf." Lalu dengan lembut dia akan meminta kamu untuk tetap mencintainya. Cih!

Jalanmu bukan dengannya!
Jika membenci adalah cara terbaik untuk tak mengemis kasih sayangnya. Maka, belajarlah untuk membencinya. Belajar lah untuk menerima bahwa kamu sudah cukup untuk berjuang.

Tatap dia yang berbeda di belakangmu.
Bayang sosok tersebut memang tak setampan dia. Tentu saja.
Dia tidak lebih sempurna darinya.
Tapi dia yang berada di belakangmu. Yang sampai kapanpun rela menunggu kamu berhenti menangis lebih baik daripadanya.

Jumat, 30 Oktober 2015

Dari Saya. Untuk Kamu.

Waktu melihat kamu. Saya mensyukurinya. Terimakasih untuk tetap ada.

Semasa TK. Pertama kali saya mengingat tentang rumah sakit adalah ketika ibu dan bapak tergesa-gesa membawa saya kesana. Saya sempat merasa takut akan jarum suntik, tapi setelah itu semua membaik. Tidak sesakit yang saya kira. Dulu, ketika masih SD beberapa teman di kelas menjerit bahkan ada yang kabur ke kamar mandi karena suntik vaksin campak dan imunisasi rutin. Saya yang sering terkena jarum hanya menunggu giliran dengan tenang.

Sabtu, 17 Oktober 2015

Tak Berarti Apa-Apa

Kamu pernah memimpikan sesuatu?
Seperti ketika dia menggenggam erat jemarimu, semua akan terasa menjadi baik-baik saja. Atau ketika dia tertawa bersamamu, semua akan seperti ini selamanya.
Kamu sempat mengira akan memiliki keluarga kecil bersamanya. Menikah di pagi hari lalu memiliki rumah teduh yang menghangatkan.
Lalu tanpa di sengaja kamu berdoa agar Tuhan mau berbaik hati untuk menjadikan dia pendamping hidupmu. Sosok yang akan menabur benih kebahagiaan di dalam duniamu. Sampai akhir hayat nanti.

Lalu tiba-tiba semua berubah.

Seperti malam berbintang yang di sepak terjang badai. Seperti piring-piring kaca yang tersusun rapih dan tiba-tiba pecah berserakan.

Kamu berpisah dengannya, sebaik-baik mungkin.

Tapi nyatanya tak ada perpisahan yang baik.

Dan mimpi indahmu kemudian menjelma menjadi abu yang mudah menghilang hanya dengan satu tiupan saja.

Kamu masih menggenggam hatinya. Dengan cara yang berbeda. Dengan kenangan-kenangan yang tak pernah terkubur sempurna.
Sementara ia bahkan tak pernah memikirkan betapa hancurnya hidupmu saat ia tak lagi di sampingmu.

Cinta seharusnya tak sesakit ini.

Lantas kamu bisa apa?

Sesuatu yang pergi memang semestinya tak perlu kembali.

Saat ini duniamu terombang-ambing di tengah pusaran badai. Air matamu menjelma sebagai sebuah kesakitan dengan dalih pengkhianatan.

Sebelumnya. Bukankah dia mengatakan "Semoga kelak kamu mendapatkan yang lebih baik."?
Nyatanya kamu berfikir tak akan ada yang lebih baik darinya.

Kamu masih ingin berjuang. Sementara dia tak pernah menginginkannya. Seberapa lama pun kamu menunggunya, tak akan pernah ada pintu yang terketuk, langkah kaki yang berbalik atau barang sekedar sapaan hangat yang terjeda sekejap.

Cintanya sudah mati.

Dia tak lagi menghidupkanmu sebagai sosok yang berarti. Dasar cinta masih membuatmu tak mengapa di sakiti, asal dia bahagia. Asal dunianya sempurna.

Parasit.

Bisa di sebut apalagi perasaan sedih diantara kebahagiaan. Di panggil apa air mata dibalik tawa?

Sadarilah bahwa bintang yang kamu anggap sebagai penunjuk arah tak pernah menunjukan arah yang benar-benar sampai akhir. Dia bukan cahaya yang patut kamu tangisi ketika awan gelap malam menghapusnya.

Coba, hargailah dirimu. Seperti kali-kali yang terjadi ketika kamu mendapat nilai sempurna saat mengerjakan tugas. Cukupilah dengan kata "Tak ada dia pun tak berarti apa-apa."