Merelakan tidak pernah sepaket dengan mengikhlaskan. Kuatlah.

Sabtu, 31 Desember 2016

Jaga Dia Dengan Lebih Baik.



Sore ini hujan turun dengan deras, sama derasnya dengan air mata yang tak bisa aku tahan karena hal-hal buruk yang menimpa kita saat ini.



Aku dan kamu pernah berjanji untuk sama-sama menjaga hati. Meyakini hal-hal baik yang terus saja terjadi. Tapi sayang, aku terbutakan oleh semuanya. Bagaimana bisa aku tak belajar dari kesalahanmu dimasa lalu. Kufikir permohonan maaf dan janji ‘tak akan mengulangi’, sudah cukup membuat hari-hariku terasa lebih tenang.

Tidak ada bayangan kehancuran, kekandasan ataupun orang ketiga didalam hubungan kita.
Aku selalu jujur pada sebab-sebab kecil denganmu. Baik atau buruk, ku fikir kau harus tau. Aku menjaga hati dari orang-orang yang berusaha mendekati. Merapal namamu, membuatku merasa sudah cukup terpenuhi.

Tapi sayang, bagimana bisa hanya aku yang melakukan hal tersebut sendiri? Kenapa hanya aku yang menyakralkan kata setia? Mengapa hanya aku yang tak lagi mendusta?
Kamu takut untuk kehilanganku. Tapi bagaimana bisa pada waktu yang sama, kamu juga ingin menggenggam erat tangannya?

Maaf. Aku tak bisa menjadi pilihan kedua. 

Dengar, aku punya alasan yang masuk akal.

Kuceritakan padamu satu cerita,

Dahulu aku pernah mendekap sesuatu begitu erat. Menyombongkn diri dengan pongah, bahwa hanya akulah akhir dari tujuannya. Dan kamu tentu tahu lebih pasti siapa yang paling terluka pada akhirnya.
Aku tak biasa disakiti. Aku tak cukup hebat untuk dikhianati. Karena bagiku, mencintai tak hanya sekedar untuk saling berjanji lalu dengan mudah mengingkari.

Setiap kali pertemuan singkat, obrolan panjang lewat telephone genggam, dumelan kecil karena hari yang tak sesuai atau perdebatan karena satu hal yang diyakini, terasa benar-benar menyakiti – ketika aku tak lagi sanggup untuk percaya padamu.

Jadi, tolong jelaskan padaku.
Bagaimana aku bisa bertahan bersamamu tanpa kepercayaan? 

Hari-hariku semakin terasa buruk. Setiap kali waktu menjedakan kita, aku merasa kalang kabut sendiri. Setiap kali telephone genggammu tak aktif, namanya terasa mempalu kepalaku. Hingga aku berusaha untuk mengekangmu semakin dalam, dan membuatku tutup mata untuk segala usaha yang kamu buat.

Cinta harusnya tak setakut ini.

Sepemikiranku, dia menangkan.

Tidak merusak hari-hari ku seperti lengan baju yang kebesaran. Tidak juga membuat mataku perih seperti terkena sambal ulekan.

Maka sayang, pilihlah.

Aku berjanji tak akan marah lagi. Kamu berhak untuk bahagia.

Bila bersamaku saja tak cukup membuatmu merasa terpenuhi, tinggalkan saja aku sendiri.
Kejarlah dia yang tak bisa kamu genggam sebelumnya.

Jangan mudah patah atau lelah karena dia menyuruhmu menyerah.

Yakinkan pada dia bahwa kamu berhak untuk berjalan disampingnya.

Aku akan membantumu sebisaku. Mendoakanmu. Tak perduli bila tisu yang kubeli harus habis lebih dulu.

Sesekali mungkin aku akan memakimu. Tak apa. Karena kau mungkin pun tak akan tahu.

Sesekali mungkin aku akan mengusikmu, dengan sapaan kecil karena kekonyolan rindu yang menggebu. Tak masalah, karena aku akan berusaha menyelundupkannya.


Akan tetapi setelahnya, ku pastikan aku akan lenyap bersama sisa-sisa kenangan yang ku bawa sepenuhnya.

Aku tak ingin kamu menderita lebih lagi, dan membuatku merasa menjadi makhluk yang mendzolimi.

Jaga dia baik-baik.

Lebih baik dari saat engkau menjagaku dulu.

Senin, 12 Desember 2016

G.A.L.A.U #DailyMyBlog



Gue galau berat hari ini. Berat seberat-beratnya. Lebih berat daripada ngangkat galon dan mindahin keatas dispenser.