Kadang saya nggak mengerti dengan apa sih yang dimaksud
dengan sahabat?
Manusia yang selalu berkumpul dan hangout makan makan di café
denganmu? Atau yang memenuhi feed instagram kamu? Atau orang-orang yang namanya
selalu kamu tag saat ada postingan menyenangkan yang mampir di berandamu?
Selama saya hidup. Di dunia ini, hanya ada satu teman yang
saya cari di saat kondisi terdesak.
Dia bukan orang yang suka saya tag saat saya melihat
caption-caption bagus, bukan orang yang akan memberi saya kado atau memenuhi
feed instagram saya. Tapi, dia selalu menjadi orang yang nggak pernah melupakan
untuk mengucapkan selamat dan berkah yang melimpah di saat saya berulang tahun.
Eh, tunggu dulu. saya rasa dia sering melupakan hari ulang tahun saya, dan
dengan seenak hatinya mengatakan ‘Sorry, gue lupa’ dengan tawa yang
menyebalkan.
Kalau di pikir-pikir, saya dan dia sering kali bertengkar
hanya hal sepele. Seperti ketika memutuskan untuk menonton film apa atau
parahnya, ketika saya merasa bahwa tape dan peyeum sama sementara dia
membuatnya benar-benar terlihat berbeda.
Namun, ada beberapa hal yang membuat saya merasa bahwa dia
teman terbaik, yang sungguh, selalu saya syukuri keberadaannya. Kami tak pernah
berdebat soal ketidak ikut sertaan ketika diantara kami berdua mengajak. Ketika
dia mengatakan kata ‘Lihat besok ya?’ saya sudah mengartikan bahwa dia tidak
bisa, apapun alasannya. Itu tetap menjadi haknya untuk menolak. Begitu pula
dengan saya.
Kami juga tak pernah berdebat soal mengapa saya selalu
memposting tulisan galau atau dia yang sering mempublikasikan kebahagiaanya
dengan kekasihnya. Karena entah mengapa, saya merasa ini pertama kalinya saya
merasa bahagia ketika teman yang saya sayangi bisa disayangi oleh orang lain.
Ngomong-ngomong soal ini, kemarin tukak lambung saya kambuh.
Saya tidak bisa tidur hingga pagi, lucunya saya justru mengabarinya lebih dulu.
Dan dia mengatakan sesuatu yang benar-benar membuat saya setidaknya merasa
lebih baik ‘Kalau rumah lo disamping gue. Gue samperin lo’
Dan saya rasa, sesederhana itu lah sahabat. Saya nggak akan
merasa malu bila menceritakan aib yang nggak satupun orang tahu. Saya nggak
akan merasa di hina bila dia melontarkan kritikan pedas. Dan saya nggak merasa
ditinggalkan, ketika dia lebih memutuskan untuk pergi dengan teman-teman yang
lainnya.
Dan yang saya tahu, sahabat bukan seseorang yang membuatmu
merasa bahwa kamu harus selalu ada, sehingga sering kali memaksa dirimu untuk
melakukan hal yang tak kamu inginkan. Sahabat, juga bukan pula orang yang kamu
perjuangkan dengan begitu sangat, hingga sering kali kamu merugikan dirimu
sendiri.
Dia bukan orang yang membuatmu menangis karena ucapannya.
Tetapi dia, adalah orang yang membuatmu merasa bahwa kamu
memerlukannya ketika kamu menangis.
Karena, saya menemukan sesuatu seperti itu dengannya. Maka saya
memutuskan untuk menjadikan dia sahabat untuk diri saya.