Merelakan tidak pernah sepaket dengan mengikhlaskan. Kuatlah.

Minggu, 27 November 2016

MAKALAH JENIS-JENIS BELAJAR





MAKALAH JENIS-JENIS BELAJAR
PSIKOLOGI PENDIDIKAN






FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA
2016



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan pendidikan. Hal ini menunjukan bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah, lingkungan keluarga atau lingkungan masyarakatnya sendiri.
Pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk, dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik karena kekeliruan atau ketidak lengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar, baik itu mengenai definisi belajar dan hal-hal yang berkaitan mungkin akan mengakibatkan kurang bermutunya hasil yang akan dicapai. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas definisi dan jenis-jenis belajar.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
  1. Definisi belajar ?
  2. Jenis-jenis belajar ?
C.    Tujuan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk :
  1. Mengetahui definisi belajar
  2. Mengetahui jenis-jenis belajar




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Belajar
Belajar menurut pengertian secara psikologis, merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan – perubahan tersebut akan nyata pada seluruh aspek tingkah laku.

Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut “ Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengelamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.

Perubahan yang terjadi pada seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar (Daryanto. 2010).

Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat sebelum lahir. Bahwa antara belajar dan perkembangan sangat erat kaitannya (Trianto.2012).

Belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang agar memiliki kompetensi berupa keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan. Belajar juga dapat dipandang sebagai sebuah proses elaborasi dalam upaya pencarian makna yang dilakukan oleh individu. Proses belajar pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan kemampuan personal ( Benny.2009 ).
Sebagai landasan penguaraian mengenai apa yang dimaksud dengan belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definsi. Berikut adalah beberapa definisi yang ditulis oleh purwanto dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan (1990) :
  1. Hilgard dan Bower dalam buku Theories of Learning (1975)
Mengemukakan “belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya)”
  1. Gagne dalam buku The condition of learning (1977) menyatakan bahwa : “ belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus besama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.”
  2. Morgan, dalam buku introduction to psychology (1978) mengemukakan : “belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi  sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”
  3. Witherington, dalam buku Educational Psychology. Mengemukakan .” belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian”
  4. Menurut Charles E. Skiner  ( dalam Dalyono, 2010 : 212). “learning is a process of progressive behavior adaption”, bahwa belajar adalah proses penyesuaian tingkah laku ke arah yang lebih maju.
  5. Mc. Gooch mengatakan “learning is a change in performance as a result of practice, “ belajar adalah perubahan pada perbuatan sebagai akibat dari latihan (Dalyono, 2010:212).
Dari definisi-definisi yang dikemukakan di atas, dapat dikemukakan adanya beberapa elemen penting yang merincikan pengertian tentang belajar, yaitu bahwa :
  1. Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku, di  mana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
  2. Belajar merupkan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi
  3. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap; harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus mengenyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian, atau kepekaan seseorang, yang biasanya hanya berlangsung sementara.
  4. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/ berfikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.
Selain yang telah dicantumkan diatas ada beberapa definisi lain diantaranya Cronbach dalam Djamarah (2011: 13) berpendapat bahwa belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai pengalaman.
Anita E. Wool Folk (dalam Kartadinata dkk, 1998: 57) mengungkapkan bahwa ‘Belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Pengalaman ini terjadi melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya’.
Drs. Slameto dalam Djamarah (2011: 13) juga merumuskan pengetian tentang belajar, menurutnya belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengetian belajar dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan. Tentu saja perubahan yang didapatkan itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru. Perubahan sebagai hasil proses belajar adalah perubahan jiwa yang mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan suatu tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.


B.     Jenis-jenis Belajar
1. Belajar Bagian (Part learning, fractioned learning)
Umumnya belajar bagian dilakukan oleh seseorang bila ia dihadapkan pada materi belajar yang bersifat luas atau ekstensif, misalnya mempelajari sajak ataupun gerakan – gerakan motoris seperti bermain silat. Dalam hal ini individu memecah seluruh metri pelajaran menjadi bagian – bagian yang satu sama lain berdiri sendiri. Sebagai lawan dari cara belajar bagian adalah cara belajar keseluruhan atau belajar global.

     2. Belajar dengan wawasan (Learning by insight)
Konsep ini diperkenalkan oleh W. Kohler, salah seorang tokoh psikologi Gestalt pada permulaan tahun 1971.Sebagai suatu konsep, wawasan (insight) ini merupakan pokok utama dalam pembicaraan psikologi belajar dan proses berfikir. dan meskipun W. Kohler sendiri dalam menerangkan wawasan berorientasi pada data yang bersifat tingkah laku ( perkembangan yanglembut dalam menyelesaikan suatu persoalan dan kemudian secara tiba – tiba menjadi reorganisasi tingkah laku) namun tidak urung wawasan ini merupakan konsep yang secara prinsipil ditentang oleh penganut aliran neo – behaviorisme.

     3. Belajar Diskriminatif (Discriminatif learning)
Belajar diskriminatif diartikan sebagai suatu usaha untuk memilih beberapa sifat situasi / stimulus dan kemudian menjadikannya sebagai pedoman dalam tingkah laku. Dengan pengertian ini maka dalam eksperimen, subyek diminta untuk berespon secara berbeda- beda terhadap stimulus yang berlainan.

    4. Belajar global / keseluruhan (global whole learning)
Disini bahan pelajaran dipelajari secara keseluruhan berulang sampai pelajar menguasainya, lawan dari belajar bagian. Metode belajar ini sering disebut metode Gestalt.

    5. Belajar Insidental (incidental learning)
Konsep ini bertentangan dengan anggapan bahwa belajar itu selalu berarah tujuan (intensional). Sebab dalam belajar insidental pada individu tidak ada sama sekali kehendak untuk belajar. Belajar insidental ini merupakan hal yang sangat penting.

    6. Belajar istrumental (instrumental learning)
Pada belajar instrumental, reaksi-reaksi seseorang siswa yang diperlihatkan diikuti oleh tanda-tanda yang mengarah pada apakah siswa tersebut akan mendapat hadiah, hukuman, berhasil atau gagal. Oleh karena itu cepat atau lambatnya seseorang belajar dapat diatur dengan jalan memeberikan penguat (reinforcememnt) atas dasar tingkat-tinkat kebutuhan.

   7. Belajar intensional (intentional learning)
Belajar dalam arah tujuan, merupkan lawan dari belajar insidental.

   8. Belajar laten (latent learning)
Dalam belajar laten, perubahan – perubahan tingkah laku yang terlihat tidak terjadi secara segera.

   9. Belajar mental (mental learning)
Ada tidaknya belajar mental ini sangat jelas terliahat pada tugas-tugas yang sifatnya motoris. Sehingga perumusan operasional juga menjadi sangat berbeda. Ada yang mengartikan belajar mental sebagai belajar dengan cara melakukan observasi dari tingkah laku orang lain, membayangkan gerakan-gerakan orang lain dan lain-lain.

  10. Belajar produktif (productive learning)
R. Berguis (1964) memberikan arti belajar produktif sebagai belajar dengan transfer yang maksimum. Belajar adalah mengatur kemungkian untuk melakukan transfer tingkah laku dari satu situasi ke situasi lain. Belajar disebut produktif bila individu mampu mentransfer prinsip menyelesaikan satu persoalan dalam satu situasi ke situasi lain.

   11. Belajar verbal (verbal learning)
Belajar verbal adalah belajar mengenai materi verbal dengan melalui latihan dan ingatan. Dasar dari belajar verbal diperlihatkan dalam eksperimen klasik dari ebbinghaus. Sifat eksperimen ini meluas dari belajar asosiatif mengenai hubungan dua kata yang tidak bermakna sampai pada belajar dengan wawasan mengenai penyelesaian persoalan yang kompleks yang harus diungkapkan secara verbal (Slameto.2010).
Jenis-jenis belajar diantaranya adalah belajar arti kata-kata, belajar kognitif, belajar menghafal, belajar teoritis, belajar konsep, belajar kaidah, belajar berpikir, belajar keterampilan motorik (motor skill), belajar estetis (Djamarah, 2011: 27-37)
  1. Belajar Arti Kata-Kata
Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan. Pada mulanya suatu kata sudah dikenal, tetapi belum tahu artinya. Setiap pelajar pasti belajar arti kata-kata tertentu yang belum diketahui. Tanpa hal ini, maka sukar menggunakannya.
  1. Belajar Kognitif
Dalam belajar kognitif, objek-objek yang ditanggapi tidak hanya yang bersifat materiil, tetapi juga yang bersifat tidak materiil. Objek-objek yang bersifat materiil misalnya orang, binatang, bangunan, kendaraan, perabot rumah tangga, dan tumbuh-tumbuhan. Objek-objek yang bersifat tidak materiil misalnya seperti ide kemajuan, keadilan, perbaikan, pembanguan, dan sebagainya.
Bila tanggapan berupa objek-objek materiil dan tidak materiil telah dimiliki, maka seseorang telah mempunyai alam pikiran kognitif. Itu berarti semakin banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki seseorang, semakin kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang itu.

Belajar kognitif penting dalam belajar. Dalam belajar, seseorang tidak bisa melepaskan diri dari kegiatan belajar kogntif. Mana bisa kegiatan mental tidak berproses ketika memberikan tanggapan terhadap objek objek yang diamati. Sedangkan belajar itu sendiri adalah proses mental yang bergerak kea rah perubahan.

  1. Belajar Menghafal
Menghafal adalah suatu aktifitas menananmkan suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal dalam  ingatan, se hingga nantinya dapat diingat kembali secara harfiah, sesuai dengan materi yang asli. Peristiwa menghafal merupakan proses mental untuk mencamkan dan menympan kesan-kesan, yang nantinya suatu waktu bila diperlukan dapat diingat kembali ke alam sadar.
Ciri khas dalam belajar/ kemampuan yang diperoleh adalah reproduksi secara harfiah dan adanya skema kognitif. Adanya skema kognitif berarti, bahwa dalam ingatan orang tersimpan secara baik semacam program informasi yang diputar kembali pada waktu dibutuhkan, seperti yang terjadi pada komputer.
Dalam menghafal, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai tujuan, pengetian, perhatian dan ingatan. Efektif tidaknya dalam menghafal dipengaruhi oleh syarat-syarat tersebut. menghafal tanpa tujuan menjadi tidak terarah, menghafal tanpa pengertian menjadi kabur, menghafal tanpa pehatian adalah kacau, dan menghafal tanpa ingatan adalah sia-sia.
  1. Belajar Teoritis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta (pengetahuan) dalam suatu kerangka organisasai mental. Sehingga dapat dipahami dan digunakan untuk memecahkan problem-problem, seperti terjadi dalam bidang studi ilmiah. Maka diciptakan struktur hubungan. Misalnya “bujur sangkar” mencangkup semua bentuk persegi empat; iklim dan cuaca berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, tumbuh-tumbuhan dibagi dalam genus dan species. Sekaligus dikembangkan metode-metode untuk memecahkan problem-problem secara efektif dan efisien, misalnya dalam penelitian fisika.

  1. Belajar Konsep
Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama, orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapinya, sehingga objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk repressentasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa).
Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan fisik. Konsep ini mewakili benda tertentu, seperti meja, kursi, tumbuhan, rumah, mobil, sepeda motor dan sebagainya. Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak berbadan. Hanya dirasakan adanya melalui proses mental. Misalnya, saudara sepupu, saudara kandung, paman, bibi, belajar, perkawinan, dan sebagainya, adalah kata-kata yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa, bahkan dengan mikroskop sekalipun. Untuk memberikan pengertian pada semua kata itu diperlukan konsep yang didefinisikan dengan menggunakan lambang bahasa.
Ahmad adalah saudara sepupu Mahmud; merupakan kenyataan (realitas), tetapi tidak dapat diketahui dengan mengamati Ahmad dan Mahmud. Kenyataan itu dapat diketahui dengan menggunakan lambang bahasa. Kata “saudara sepupu” dijelaskan. Penjelasan atas kata “saudara sepupu” itulah yang dimaksudkan disini dengan konsep yang didefinisikan. Berdasarkan konsep yang didefinisikan, didapatkan pengertian, sauadara sepupu adalah anak dari paman atau bibi.
Akhirnya, belajar konsep adalah berfikir dalam konsep dan belajar pengertian. Taraf ini adalah taraf konprehensif. Taraf kedua dalam taraf berfikir. Taraf pertamanya adalah taraf pengetahuan, yaitu belajar reseptif atau menerima.

  1. Belajar Kaidah
Belajar kaidah (rule) termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual (intellectual skill), yang dikemukakan oleh Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang merepresentasikan suatu keteraturan. Orang yang telah mempelajari suatu kaidah, mampu menghubungkan beberapa konsep. Misalnya seseorang berkata “besi dipanaskan memuai”. Karena seseorang telah menguasai konsep dasar mengenai “besi”, “dipanaskan”,  dan “memuai” dan dapat menentukan adanya suatu relasi yang tetap antara ketiga konsep dasar itu (besi, dipanaskan, dan memuai), maka dia dengan yakin mengatakan bahwa “besi dipanaskan memuai”

  1. Belajar Berpikir
Dalam belajar ini, orang dihadapkan  pada suatu masalah yang harus dipecahkan, tetapi tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan.masalah harus dipecahkan melalui operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta metode-metode bekerja tertentu.
Dalam konteks ini ada istilah berpikir konvergen dan berpikir divergen. Berpikir konvergen adalah berpikir menuju satu arah yang benar atau satu jawaban yang paling tepat atau satu pemecahan dari suatu masalah.berpikir divergen adalah berpikir dalam arah yang berbeda-beda, akan diperoleh jawaban-jawaban unit yang berbeda-beda tetapi benar.
Konsep Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah sebagai berikut.
  1. Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya masalah.
  2. Masalah itu diperjelas dan dibatasi.
  3. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan.
  4. Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesis-hipotesis, kemudian hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji, agar dapat ditentukan untuk diterima atau ditolak.
  5. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sabagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai pada kesimpulan.


Menurut Dewey, langkah-langkah dalam pemecahan masalah adalah sebagai berikut.
  1. Kesadaran akan adanya masalah.
  2. Merumuskan masalah.
  3. Mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis.
  4. Menguji hipotesis-hipotesis itu.
  5. Menerima hipotesis yang benar.
Meskipun diperlukan langkah-langkah, menurut Dewey, tetapi pemecahan masalah itu tidak selalu mengikuti urutan yang teratur, melainkan meloncat-loncat antara macam-macam langkah tersebut. Lebih-lebih apabila orang berusaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks.
  1. Belajar Keterampilan Motorik (Motor Skill)
Orang yang memiliki suatu keterampilan motorik, mampu melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota badan secara terpadu. Ciri khas dari keterampilan motorik adalah “otomatisme”, yaitu rangkaian gerak-gerik berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan supel, tanpa dibutuhkan banyak refleksi tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa diikuti urutan gerak-gerik tertentu.
Dalam kehidupan manusia, keterampilan motorik memegang peranan sangat pokok. Seorang anak kecil sudah harus menguasai berbagai keterampilan motorik, seperti mengenakan pakainnya sendiri, mempergunakan alat-alat makan, mengucapkan bunyi-bunyi yang berarti, sehingga dapat berkomunikasi dengan saudara-saudara dan sebagainya. Pada waktu masuk sekolah dasar, anak memperoleh keterampilan-keterampilan baru, seperti menulis dengan memegang alat tulis dan membuat gambar-gambar; keterampilan keterampilan ini menjadi bekal dalam perkembangan kognitifnya. Selain itu, dia juga  mendapat pelajaran mengembangkan keterampilan motorik, seperti berolahraga.
  1. Belajar Estetis
Bentuk belajar ini bertujuan membentuk kemampuan menciptakan dan menghayati keindahan dalam berbagai bidang keesenian. Belajar ini menyangkup fakta, seperti nama Mozart sebagai pengubah musik klasik; konsep-konsep seperti ritme, tema, dan komposisi; relasi-relasi, seperti hubungan antara bentuk dan isi; stuktur-struktur, seperti sistematika warna dan aliran-aliran dalam seni lukis; metode-metode, seperti menilai mutu dan originalitas suatu karya seni.
Dilihat dari tujuan dan hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar, para ahli umumnya mengemukakan delapan jenis belajar berikut (Saodih & Surya, 1971; Syah 1995; Effendi & Praja, 1993).

1. Belajar Abstrak (Abstract Learning)

Belajar abstrak pada dasarnya adalah belajar dengan menggunakan cara – cara berpikir abstrak. Tujuannya ialah memperoleh pemahaman serta pemecahan yang tidak nyata. Dalam mempelajari hal – hal yang abstrak peranan akal atau rasio sangatlah penting. Begitu pula penguasaan ata prinsip – prinsip dan konsep – konsep. Termasuk dalam jenis ini, misalnya, belajar tauhid, astronomi, kosmografi, kimia, dan amtematika.

2. Belajar Keterampilan (Skill Learning)

Belajar keterampilan merupakan proses belajar yang bertujuan memperoleh keterampilan tertentu dengan menggunakan gerakan – gerakan motorik. Dalam belajar jenis ini, proses pelatihan yang intensif dan teratur sangat diperlukan. Termasuk belajar dalam jenis ini, misalkan belajar cabang – cabang olah raga, melukis, memperbaiki benda – benda elektronik. Bentuk belajar keterampilan ini disebut juga latihan atau training.

3. Belajar Sosial (Social Learning)

Belajar sosial adalah belajar yang bertujuan memperoleh keterampilan dan pemahaman terhadap masalah – masalah sosial, penyesuaian terhadap nilai – nilai sosial dan sebagainya. Termasuk belajar jenis ini misalnya belajar memahami masalah keluarga, masalah penyelesaian konflik antaretnis atau antarkelompok, dan masalah – masalah lain yang bersifat sosial.

4. Belajar Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar untuk memperoleh keterampilan atau kemampuan memecahkan berbagai masalah secara logis dan rasional. Tujuannya ialah memperoleh kemampuan atau kecakapan kognitif guna memecahkan masalah secara tuntas. Untuk itu, kemampuan individu dalam menguasai berbagai konsep, prinsip, serta generalisasi, amat diperlukan.

5. Belajar Rasional (Rational Learning)

Belajar rasional adalah belajar dengan menggunakan kemampuan berpikir secara logis atau sesuai dengan akal sehat. Tujuannya ialah memperoleh beragam kecakapan menggunakan prinsip – prinsip dan konsep – konsep. Jenis belajar ini berkaitan erat dengan belajar pemecahan masalah. Dengan belajar rasional, individu diharapkan memiliki kemampuan rational problem solving, yaitu kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan pertimbangan dan strategi akan sehat, logis, dan sistematis.

6. Belajar Kebiasaan (Habitual Learning)

Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan baru untuk perbaikan kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan, selain menggunakan perintah, keteladanan, serta pengalaman khusus, juga menggunakan hokum dan ganjaran. Tujuannya agar individu memperoleh sikap dan kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan lebih positif, dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu atau bersifat kontekstual.

7. Belajar Apresiasi (Appreciation Learning)

Belajar apresiasi pada dasarnya adalah belajar mempertimbangkan nilai atau arti penting suatu objek. Tujuannya agar individu memperoleh dan mengembangkan kecakapan ranah rasa (effective skills), dalam hal ini kemampuan menghargai secara tepat, arti penting objek tertentu, misalnya apresiasi sastra, apresiasi music, dan apresiasi seni lukis.

Dalam mengapresiasi mutu karya sastra, misalnya, seorang individu perlu mengetahui “hakikat keindahan” (estetika) di samping mengetahui hal – hal lain, seperti bentuk ungkapan, isi ungkapan, bahasa ungkapan, dan nilai ekspresinya.


Bidang studi agama juga memungkinkan untuk digunakan sebagai alat pengembangan apresiasi individu. Misalnya dalam hal seni baca tulis Al – Quran.

8. Belajar Pengetahuan (Study)

Belajar pengetahuan dimaksudkan sebagai belajar untuk memperoleh sejumlah pemahaman, pengertian, informasi, dan sebagainya. Belajar pengetahuan juga dapat diartikan sebagai sebuah program belajar terencana untuk menguasai materi pelajaran dengan melibatkan kegiatan investigasi atau penelitian dan eksperimen. Tujuan belajar pengetahuan ialah agar individu memperoleh atau menambah informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu, yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya, misalnya dengan menggunakan alat – alat laboratorium dan penelitian lapangan.

Berdasarkan cara atau proses yang ditempuh dalam belajar, Nasution M. A., seperti dikutip Effendi & Praja (1993), menyebutkan lima jenis belajar berikut:

1. Belajar Berdasarkan Pengamatan (Sensory Type of Learning)

Jenis belajar ini adalah belajar berdasarkan pengamatan sensoris terhadap objek – objek dunia sekitar dengan berbagai alat indra untuk melihat, mendegar, meraba, mengecap, dan sebagainya. Contoh, berkat pengamatan, seorang anak mula – mula mengenal ibunya, kemudian anggota keluarga lainnya, alat – alat rumah tangga, dan sebagainya. Demikian pula belajar taraf tinggi, tidak terlepas dari faktor pengamatan, sekalipun sering juga dibantu dengan alat – alat, seperti mikroskop untuk melihat bakteri, teleskop, dan sebagainya.

2. Belajar Berdasarkan Gerak (Motor Type of Learning)

Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam belajar motoris.

  • Mengetahui tujuan dengan jelas dan yakin terhadap faedah tujuan itu baginya.
  • Mempunyai tanggapan yang jelas tentang kecakapan yang dipelajari. Tanggapan itu diperoleh melalui demonstrasi, gambaran – gambaran, atau penjelasan lisan.
  • Pelaksanaan yang tepat pada taraf permulaan, sebab kesalahan yang dilakukan pada taraf permulaan belajar akan mengurangi efisiensi belajar selanjutnya “It is Necessary to tress accuracy and speed later”.
  • Latihan untuk mempertinggi kecepatan.
  • Metode keseluruhan atau bagian.
  • Dalam belajar motoris pada umumnya metode keseluruhan lebih efisiensi daripada metode bagian. Misalnya belajar menulis kata – kata atau kalimat, lebih baik ketimbang belajar menulis huruf.
  • Latihan seperti dalam situasi hidup/dalam situasi sebenarnya.
  • Latihan (Belajar motoris) lebih efektif bila perhatian tidak terlampai dipusatkan pada gerakan itu sendiri. Misalnya belajar mobil, perhatian ditujukan pada keadaan lalu lintas atau situasi jalan, tidak pada gerakan kaki atau tangan.
  • Tidak banyak kritik, terutama pada proses belajar permulaan.
  • Analisis kecakapan. Si pelajar harus mengetahui bentuk dan teknik pelaksanaan yang sempurna, mengenai detail gerakan yang relative cepat.
  • Bentuk dan teknik. Untuk tiap kecakapan diperlukan bentuk dan teknik tertentu untuk melaksanakan latihan dengan efisien, dengan tidak memboroskan tenaga.



3. Belajar Berdasarkan Menghafal (Memory Type of Leaning)

Beberapa petunjuk tentang menghafal adalah berikut ini.

  • Apa saja yang dihafalkan terlebih dahulu harus dipahami/dimengerti benar – benar.
  • Hal yang dihafal harus jelas kaitannya antara satu masalah dan masalah lainnya, sehingga merupakan suatu kerangka keseluruhan.
  • Menggunakan hal – hal yang dihafal secara fungsional dalam situasi tertentu.
  • Menggunakan memo teknik. Misalnya: Repelita.
  • Mengulangi hafalan (Aktive recall dan review).

4. Belajar Berdasarkan Pemecahan Masalah (Problem Solving Type of Learning)

Langkah – Langkah dalam problem solving, antara lain:

  • Memahami masalah atau problema
  • Mengumpulkan keterampilan atau data
  • Merumuskan hipotesis
  • Menilai/mengkaji hipotesis
  • Mengadakan eksperimen atau percobaan
  • Membentuk kesimpilan

Metode probem solving dapat digunakan untuk memecahkan berbagai masalah/pelajaran, misalnya sejarah, biologi, ilmu alam, bahasa, ilmu pasti, dan sebagainya.

5. Belajar Berdasarkan Emosi (Emotional Type of Leaning)

Belajar berdasarkan emosi bertujuan menanamkan aspek – aspek kepribadian, misalnya, ketekunan, ketelitian, kebersihan, sikap yang sehat terhadap pekerjaan, minat yang luas, dan sebagainya. Jadi, belajar tidak semata – mata dititikberatkan pada “How to make a living”, tetapi juga “how to live”.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Belajar adalah suatu kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan suatu tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor. Ada beberapa jenis-jenis belajar diantaranya adalah belajar arti kata-kata, belajar kognitif, belajar menghafal, belajar teoritis, belajar konsep, belajar kaidah, belajar berpikir, belajar keterampilan motorik (motor skill), dan belajar estetis.
B.     Saran
Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini baik dari segi sumber maupun penulisan, untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk perbaikan makalah selanjutnya.
Diharapkan pembaca tidak merasa puas dengan materi yang telah dibaca dan mencoba mencari definisi dan jenis-jenis belajar yang diungkapkan oleh para ahli lainnya sehingga mendapatkan ilmu yang lebih luas.








DAFTAR PUSTAKA

Dalyono, M. (2010). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Djamarah, S. B. (2011). Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta
Kartadinata, Sunaryo dkk. (1998). Bimbingan di Sekolah Dasar. Bandung: Depdikbud
Purwanto, Ngalim. (1990). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Remaja Rosdakarya
Drs. Alex Sobur, M. Si. Psikologi Umum. Jakarta: (Hal 240 – 244)