MAKALAH JENIS-JENIS BELAJAR
PSIKOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA
2016
BAB I
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur
yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan pendidikan. Hal ini
menunjukan bahwa berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan amat
bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di
sekolah, lingkungan keluarga atau lingkungan masyarakatnya sendiri.
Pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala
aspek, bentuk, dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik karena
kekeliruan atau ketidak lengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar, baik
itu mengenai definisi belajar dan hal-hal yang berkaitan mungkin akan
mengakibatkan kurang bermutunya hasil yang akan dicapai. Oleh karena itu, pada
makalah ini akan dibahas definisi dan jenis-jenis belajar.
Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut, adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:
- Definisi belajar ?
- Jenis-jenis belajar ?
Adapun tujuan penyusunan makalah ini
adalah untuk :
- Mengetahui definisi belajar
- Mengetahui jenis-jenis belajar
Belajar menurut pengertian secara
psikologis, merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Perubahan – perubahan tersebut akan nyata pada seluruh aspek tingkah
laku.
Pengertian belajar dapat
didefinisikan sebagai berikut “ Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengelamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Perubahan yang terjadi pada
seseorang banyak sekali baik sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak
setiap perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar
(Daryanto. 2010).
Belajar secara umum diartikan
sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan
karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang
sejak lahir. Manusia banyak belajar sejak lahir dan bahkan ada yang berpendapat
sebelum lahir. Bahwa antara belajar dan perkembangan sangat erat kaitannya
(Trianto.2012).
Belajar adalah kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang agar memiliki kompetensi berupa keterampilan dan
pengetahuan yang diperlukan. Belajar juga dapat dipandang sebagai sebuah proses
elaborasi dalam upaya pencarian makna yang dilakukan oleh individu. Proses
belajar pada dasarnya dilakukan untuk meningkatkan kemampuan personal (
Benny.2009 ).
Sebagai landasan penguaraian mengenai apa yang dimaksud
dengan belajar, terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definsi. Berikut
adalah beberapa definisi yang ditulis oleh purwanto dalam bukunya yang berjudul
Psikologi Pendidikan (1990) :
- Hilgard dan Bower dalam buku Theories of Learning (1975)
Mengemukakan “belajar berhubungan dengan perubahan tingkah
laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh
pengalamannya berulang-ulang dalam situasi itu, di mana perubahan tingkah laku
itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecenderungan respon pembawaan,
kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh
obat dan sebagainya)”
- Gagne dalam buku The condition of learning (1977) menyatakan bahwa : “ belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus besama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.”
- Morgan, dalam buku introduction to psychology (1978) mengemukakan : “belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.”
- Witherington, dalam buku Educational Psychology. Mengemukakan .” belajar adalah suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian”
- Menurut Charles E. Skiner ( dalam Dalyono, 2010 : 212). “learning is a process of progressive behavior adaption”, bahwa belajar adalah proses penyesuaian tingkah laku ke arah yang lebih maju.
- Mc. Gooch mengatakan “learning is a change in performance as a result of practice, “ belajar adalah perubahan pada perbuatan sebagai akibat dari latihan (Dalyono, 2010:212).
Dari definisi-definisi yang
dikemukakan di atas, dapat dikemukakan adanya beberapa elemen penting yang
merincikan pengertian tentang belajar, yaitu bahwa :
- Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku, di mana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
- Belajar merupkan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman, dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi
- Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap; harus merupakan akhir daripada suatu periode waktu yang cukup panjang. Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus mengenyampingkan perubahan-perubahan tingkah laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian, atau kepekaan seseorang, yang biasanya hanya berlangsung sementara.
- Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah/ berfikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun sikap.
Selain yang telah dicantumkan diatas ada beberapa definisi
lain diantaranya Cronbach dalam Djamarah (2011: 13) berpendapat bahwa belajar
sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai
pengalaman.
Anita E. Wool Folk (dalam Kartadinata dkk, 1998: 57)
mengungkapkan bahwa ‘Belajar adalah proses perubahan pengetahuan atau perilaku
sebagai hasil dari pengalaman. Pengalaman ini terjadi melalui interaksi antara
individu dengan lingkungannya’.
Drs. Slameto dalam Djamarah (2011: 13) juga merumuskan
pengetian tentang belajar, menurutnya belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengetian belajar
dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan
melibatkan dua unsur yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukkan harus
sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan. Tentu saja perubahan
yang didapatkan itu bukan perubahan fisik, tetapi perubahan jiwa dengan sebab
masuknya kesan-kesan yang baru. Perubahan sebagai hasil proses belajar adalah
perubahan jiwa yang mempengaruhi tingkah laku seseorang.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu
kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan suatu tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang
menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.
1. Belajar Bagian (Part learning,
fractioned learning)
Umumnya belajar bagian dilakukan
oleh seseorang bila ia dihadapkan pada materi belajar yang bersifat luas atau
ekstensif, misalnya mempelajari sajak ataupun gerakan – gerakan motoris seperti
bermain silat. Dalam hal ini individu memecah seluruh metri pelajaran menjadi
bagian – bagian yang satu sama lain berdiri sendiri. Sebagai lawan dari cara
belajar bagian adalah cara belajar keseluruhan atau belajar global.
2. Belajar
dengan wawasan (Learning by insight)
Konsep ini diperkenalkan oleh W.
Kohler, salah seorang tokoh psikologi Gestalt pada permulaan tahun 1971.Sebagai
suatu konsep, wawasan (insight) ini merupakan pokok utama dalam pembicaraan
psikologi belajar dan proses berfikir. dan meskipun W. Kohler sendiri dalam
menerangkan wawasan berorientasi pada data yang bersifat tingkah laku (
perkembangan yanglembut dalam menyelesaikan suatu persoalan dan kemudian secara
tiba – tiba menjadi reorganisasi tingkah laku) namun tidak urung wawasan ini
merupakan konsep yang secara prinsipil ditentang oleh penganut aliran neo –
behaviorisme.
3. Belajar
Diskriminatif (Discriminatif learning)
Belajar diskriminatif diartikan
sebagai suatu usaha untuk memilih beberapa sifat situasi / stimulus dan
kemudian menjadikannya sebagai pedoman dalam tingkah laku. Dengan pengertian
ini maka dalam eksperimen, subyek diminta untuk berespon secara berbeda- beda
terhadap stimulus yang berlainan.
4. Belajar global /
keseluruhan (global whole learning)
Disini bahan pelajaran dipelajari
secara keseluruhan berulang sampai pelajar menguasainya, lawan dari belajar
bagian. Metode belajar ini sering disebut metode Gestalt.
5. Belajar Insidental
(incidental learning)
Konsep ini bertentangan dengan
anggapan bahwa belajar itu selalu berarah tujuan (intensional). Sebab dalam
belajar insidental pada individu tidak ada sama sekali kehendak untuk belajar.
Belajar insidental ini merupakan hal yang sangat penting.
6. Belajar istrumental
(instrumental learning)
Pada belajar instrumental,
reaksi-reaksi seseorang siswa yang diperlihatkan diikuti oleh tanda-tanda yang
mengarah pada apakah siswa tersebut akan mendapat hadiah, hukuman, berhasil
atau gagal. Oleh karena itu cepat atau lambatnya seseorang belajar dapat diatur
dengan jalan memeberikan penguat (reinforcememnt) atas dasar tingkat-tinkat
kebutuhan.
7. Belajar intensional
(intentional learning)
Belajar dalam arah tujuan, merupkan
lawan dari belajar insidental.
8. Belajar laten
(latent learning)
Dalam belajar laten, perubahan –
perubahan tingkah laku yang terlihat tidak terjadi secara segera.
9. Belajar mental
(mental learning)
Ada tidaknya belajar mental ini
sangat jelas terliahat pada tugas-tugas yang sifatnya motoris. Sehingga
perumusan operasional juga menjadi sangat berbeda. Ada yang mengartikan belajar
mental sebagai belajar dengan cara melakukan observasi dari tingkah laku orang
lain, membayangkan gerakan-gerakan orang lain dan lain-lain.
10. Belajar produktif
(productive learning)
R. Berguis (1964) memberikan arti
belajar produktif sebagai belajar dengan transfer yang maksimum. Belajar adalah
mengatur kemungkian untuk melakukan transfer tingkah laku dari satu situasi ke
situasi lain. Belajar disebut produktif bila individu mampu mentransfer prinsip
menyelesaikan satu persoalan dalam satu situasi ke situasi lain.
11. Belajar verbal
(verbal learning)
Belajar verbal adalah belajar
mengenai materi verbal dengan melalui latihan dan ingatan. Dasar dari belajar
verbal diperlihatkan dalam eksperimen klasik dari ebbinghaus. Sifat eksperimen
ini meluas dari belajar asosiatif mengenai hubungan dua kata yang tidak
bermakna sampai pada belajar dengan wawasan mengenai penyelesaian persoalan
yang kompleks yang harus diungkapkan secara verbal (Slameto.2010).
Jenis-jenis belajar diantaranya
adalah belajar arti kata-kata, belajar kognitif, belajar menghafal, belajar
teoritis, belajar konsep, belajar kaidah, belajar berpikir, belajar
keterampilan motorik (motor skill), belajar estetis (Djamarah, 2011: 27-37)
- Belajar Arti Kata-Kata
Belajar arti kata-kata maksudnya
adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang
digunakan. Pada mulanya suatu kata sudah dikenal, tetapi belum tahu artinya.
Setiap pelajar pasti belajar arti kata-kata tertentu yang belum diketahui.
Tanpa hal ini, maka sukar menggunakannya.
- Belajar Kognitif
Dalam belajar kognitif, objek-objek
yang ditanggapi tidak hanya yang bersifat materiil, tetapi juga yang bersifat
tidak materiil. Objek-objek yang bersifat materiil misalnya orang, binatang,
bangunan, kendaraan, perabot rumah tangga, dan tumbuh-tumbuhan. Objek-objek
yang bersifat tidak materiil misalnya seperti ide kemajuan, keadilan, perbaikan,
pembanguan, dan sebagainya.
Bila tanggapan berupa objek-objek
materiil dan tidak materiil telah dimiliki, maka seseorang telah mempunyai alam
pikiran kognitif. Itu berarti semakin banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki
seseorang, semakin kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang itu.
Belajar kognitif penting dalam
belajar. Dalam belajar, seseorang tidak bisa melepaskan diri dari kegiatan
belajar kogntif. Mana bisa kegiatan mental tidak berproses ketika memberikan
tanggapan terhadap objek objek yang diamati. Sedangkan belajar itu sendiri
adalah proses mental yang bergerak kea rah perubahan.
- Belajar Menghafal
Menghafal adalah suatu aktifitas
menananmkan suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal dalam ingatan,
se hingga nantinya dapat diingat kembali secara harfiah, sesuai dengan materi
yang asli. Peristiwa menghafal merupakan proses mental untuk mencamkan dan
menympan kesan-kesan, yang nantinya suatu waktu bila diperlukan dapat diingat
kembali ke alam sadar.
Ciri khas dalam belajar/ kemampuan
yang diperoleh adalah reproduksi secara harfiah dan adanya skema kognitif.
Adanya skema kognitif berarti, bahwa dalam ingatan orang tersimpan secara baik
semacam program informasi yang diputar kembali pada waktu dibutuhkan, seperti
yang terjadi pada komputer.
Dalam menghafal, ada beberapa syarat
yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai tujuan, pengetian, perhatian dan
ingatan. Efektif tidaknya dalam menghafal dipengaruhi oleh syarat-syarat
tersebut. menghafal tanpa tujuan menjadi tidak terarah, menghafal tanpa
pengertian menjadi kabur, menghafal tanpa pehatian adalah kacau, dan menghafal
tanpa ingatan adalah sia-sia.
- Belajar Teoritis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk
menempatkan semua data dan fakta (pengetahuan) dalam suatu kerangka organisasai
mental. Sehingga dapat dipahami dan digunakan untuk memecahkan problem-problem,
seperti terjadi dalam bidang studi ilmiah. Maka diciptakan struktur hubungan.
Misalnya “bujur sangkar” mencangkup semua bentuk persegi empat; iklim dan cuaca
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, tumbuh-tumbuhan dibagi dalam genus
dan species. Sekaligus dikembangkan metode-metode untuk memecahkan
problem-problem secara efektif dan efisien, misalnya dalam penelitian fisika.
- Belajar Konsep
Konsep atau pengertian adalah satuan
arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama, orang
yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang
dihadapinya, sehingga objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek
dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk repressentasi mental tak
berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata
(lambang bahasa).
Konsep dibedakan atas konsep konkret
dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep konkret adalah pengertian yang
menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan fisik. Konsep ini mewakili benda
tertentu, seperti meja, kursi, tumbuhan, rumah, mobil, sepeda motor dan
sebagainya. Konsep yang didefinisikan adalah konsep yang mewakili realitas
hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup
fisik, karena realitas itu tidak berbadan. Hanya dirasakan adanya melalui
proses mental. Misalnya, saudara sepupu, saudara kandung, paman, bibi, belajar,
perkawinan, dan sebagainya, adalah kata-kata yang tidak dapat dilihat dengan mata
biasa, bahkan dengan mikroskop sekalipun. Untuk memberikan pengertian pada
semua kata itu diperlukan konsep yang didefinisikan dengan menggunakan lambang
bahasa.
Ahmad adalah saudara sepupu Mahmud;
merupakan kenyataan (realitas), tetapi tidak dapat diketahui dengan mengamati
Ahmad dan Mahmud. Kenyataan itu dapat diketahui dengan menggunakan lambang
bahasa. Kata “saudara sepupu” dijelaskan. Penjelasan atas kata “saudara sepupu”
itulah yang dimaksudkan disini dengan konsep yang didefinisikan. Berdasarkan konsep
yang didefinisikan, didapatkan pengertian, sauadara sepupu adalah anak dari
paman atau bibi.
Akhirnya, belajar konsep adalah
berfikir dalam konsep dan belajar pengertian. Taraf ini adalah taraf
konprehensif. Taraf kedua dalam taraf berfikir. Taraf pertamanya adalah taraf
pengetahuan, yaitu belajar reseptif atau menerima.
- Belajar Kaidah
Belajar kaidah (rule) termasuk dari
jenis belajar kemahiran intelektual (intellectual skill), yang dikemukakan oleh
Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu sama
lain, terbentuk suatu ketentuan yang merepresentasikan suatu keteraturan. Orang
yang telah mempelajari suatu kaidah, mampu menghubungkan beberapa konsep.
Misalnya seseorang berkata “besi dipanaskan memuai”. Karena seseorang telah menguasai
konsep dasar mengenai “besi”, “dipanaskan”, dan “memuai” dan dapat
menentukan adanya suatu relasi yang tetap antara ketiga konsep dasar itu (besi,
dipanaskan, dan memuai), maka dia dengan yakin mengatakan bahwa “besi
dipanaskan memuai”
- Belajar Berpikir
Dalam belajar ini, orang dihadapkan
pada suatu masalah yang harus dipecahkan, tetapi tanpa melalui pengamatan
dan reorganisasi dalam pengamatan.masalah harus dipecahkan melalui operasi
mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta metode-metode bekerja
tertentu.
Dalam konteks ini ada istilah
berpikir konvergen dan berpikir divergen. Berpikir konvergen adalah berpikir
menuju satu arah yang benar atau satu jawaban yang paling tepat atau satu
pemecahan dari suatu masalah.berpikir divergen adalah berpikir dalam arah yang
berbeda-beda, akan diperoleh jawaban-jawaban unit yang berbeda-beda tetapi
benar.
Konsep Dewey tentang berpikir
menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah sebagai berikut.
- Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya masalah.
- Masalah itu diperjelas dan dibatasi.
- Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan.
- Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesis-hipotesis, kemudian hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji, agar dapat ditentukan untuk diterima atau ditolak.
- Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sabagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai pada kesimpulan.
Menurut Dewey, langkah-langkah dalam
pemecahan masalah adalah sebagai berikut.
- Kesadaran akan adanya masalah.
- Merumuskan masalah.
- Mencari data dan merumuskan hipotesis-hipotesis.
- Menguji hipotesis-hipotesis itu.
- Menerima hipotesis yang benar.
Meskipun diperlukan langkah-langkah,
menurut Dewey, tetapi pemecahan masalah itu tidak selalu mengikuti urutan yang
teratur, melainkan meloncat-loncat antara macam-macam langkah tersebut.
Lebih-lebih apabila orang berusaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks.
- Belajar Keterampilan Motorik (Motor Skill)
Orang yang memiliki suatu keterampilan
motorik, mampu melakukan suatu rangkaian gerak-gerik jasmani dalam urutan
tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik berbagai anggota
badan secara terpadu. Ciri khas dari keterampilan motorik adalah “otomatisme”,
yaitu rangkaian gerak-gerik berlangsung secara teratur dan berjalan dengan
lancar dan supel, tanpa dibutuhkan banyak refleksi tentang apa yang harus
dilakukan dan mengapa diikuti urutan gerak-gerik tertentu.
Dalam kehidupan manusia,
keterampilan motorik memegang peranan sangat pokok. Seorang anak kecil sudah
harus menguasai berbagai keterampilan motorik, seperti mengenakan pakainnya
sendiri, mempergunakan alat-alat makan, mengucapkan bunyi-bunyi yang berarti,
sehingga dapat berkomunikasi dengan saudara-saudara dan sebagainya. Pada waktu
masuk sekolah dasar, anak memperoleh keterampilan-keterampilan baru, seperti
menulis dengan memegang alat tulis dan membuat gambar-gambar; keterampilan
keterampilan ini menjadi bekal dalam perkembangan kognitifnya. Selain itu, dia
juga mendapat pelajaran mengembangkan keterampilan motorik, seperti
berolahraga.
- Belajar Estetis
Bentuk belajar ini bertujuan
membentuk kemampuan menciptakan dan menghayati keindahan dalam berbagai bidang
keesenian. Belajar ini menyangkup fakta, seperti nama Mozart sebagai pengubah
musik klasik; konsep-konsep seperti ritme, tema, dan komposisi; relasi-relasi,
seperti hubungan antara bentuk dan isi; stuktur-struktur, seperti sistematika
warna dan aliran-aliran dalam seni lukis; metode-metode, seperti menilai mutu
dan originalitas suatu karya seni.
Dilihat dari
tujuan dan hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar, para ahli umumnya
mengemukakan delapan jenis belajar berikut (Saodih & Surya, 1971; Syah
1995; Effendi & Praja, 1993).
1. Belajar
Abstrak (Abstract Learning)
Belajar abstrak
pada dasarnya adalah belajar dengan menggunakan cara – cara berpikir abstrak.
Tujuannya ialah memperoleh pemahaman serta pemecahan yang tidak nyata. Dalam
mempelajari hal – hal yang abstrak peranan akal atau rasio sangatlah penting.
Begitu pula penguasaan ata prinsip – prinsip dan konsep – konsep. Termasuk
dalam jenis ini, misalnya, belajar tauhid, astronomi, kosmografi, kimia, dan
amtematika.
2. Belajar
Keterampilan (Skill Learning)
Belajar
keterampilan merupakan proses belajar yang bertujuan memperoleh keterampilan
tertentu dengan menggunakan gerakan – gerakan motorik. Dalam belajar jenis ini,
proses pelatihan yang intensif dan teratur sangat diperlukan. Termasuk belajar
dalam jenis ini, misalkan belajar cabang – cabang olah raga, melukis,
memperbaiki benda – benda elektronik. Bentuk belajar keterampilan ini disebut
juga latihan atau training.
3. Belajar
Sosial (Social Learning)
Belajar sosial
adalah belajar yang bertujuan memperoleh keterampilan dan pemahaman terhadap
masalah – masalah sosial, penyesuaian terhadap nilai – nilai sosial dan
sebagainya. Termasuk belajar jenis ini misalnya belajar memahami masalah
keluarga, masalah penyelesaian konflik antaretnis atau antarkelompok, dan
masalah – masalah lain yang bersifat sosial.
4. Belajar
Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Belajar
pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar untuk memperoleh keterampilan
atau kemampuan memecahkan berbagai masalah secara logis dan rasional. Tujuannya
ialah memperoleh kemampuan atau kecakapan kognitif guna memecahkan masalah
secara tuntas. Untuk itu, kemampuan individu dalam menguasai berbagai konsep,
prinsip, serta generalisasi, amat diperlukan.
5. Belajar
Rasional (Rational Learning)
Belajar
rasional adalah belajar dengan menggunakan kemampuan berpikir secara logis atau
sesuai dengan akal sehat. Tujuannya ialah memperoleh beragam kecakapan
menggunakan prinsip – prinsip dan konsep – konsep. Jenis belajar ini berkaitan
erat dengan belajar pemecahan masalah. Dengan belajar rasional, individu
diharapkan memiliki kemampuan rational problem solving, yaitu kemampuan
memecahkan masalah dengan menggunakan pertimbangan dan strategi akan sehat,
logis, dan sistematis.
6. Belajar
Kebiasaan (Habitual Learning)
Belajar
kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan baru untuk perbaikan kebiasaan
yang telah ada. Belajar kebiasaan, selain menggunakan perintah, keteladanan,
serta pengalaman khusus, juga menggunakan hokum dan ganjaran. Tujuannya agar
individu memperoleh sikap dan kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan
lebih positif, dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu atau
bersifat kontekstual.
7. Belajar
Apresiasi (Appreciation Learning)
Belajar
apresiasi pada dasarnya adalah belajar mempertimbangkan nilai atau arti penting
suatu objek. Tujuannya agar individu memperoleh dan mengembangkan kecakapan
ranah rasa (effective skills), dalam hal ini kemampuan menghargai secara
tepat, arti penting objek tertentu, misalnya apresiasi sastra, apresiasi music,
dan apresiasi seni lukis.
Dalam
mengapresiasi mutu karya sastra, misalnya, seorang individu perlu mengetahui
“hakikat keindahan” (estetika) di samping mengetahui hal – hal lain, seperti
bentuk ungkapan, isi ungkapan, bahasa ungkapan, dan nilai ekspresinya.
Bidang studi
agama juga memungkinkan untuk digunakan sebagai alat pengembangan apresiasi
individu. Misalnya dalam hal seni baca tulis Al – Quran.
8. Belajar
Pengetahuan (Study)
Belajar
pengetahuan dimaksudkan sebagai belajar untuk memperoleh sejumlah pemahaman,
pengertian, informasi, dan sebagainya. Belajar pengetahuan juga dapat diartikan
sebagai sebuah program belajar terencana untuk menguasai materi pelajaran
dengan melibatkan kegiatan investigasi atau penelitian dan eksperimen. Tujuan
belajar pengetahuan ialah agar individu memperoleh atau menambah informasi dan
pemahaman terhadap pengetahuan tertentu, yang biasanya lebih rumit dan
memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya, misalnya dengan menggunakan alat –
alat laboratorium dan penelitian lapangan.
Berdasarkan
cara atau proses yang ditempuh dalam belajar, Nasution M. A., seperti dikutip
Effendi & Praja (1993), menyebutkan lima jenis belajar berikut:
1. Belajar
Berdasarkan Pengamatan (Sensory Type of Learning)
Jenis belajar
ini adalah belajar berdasarkan pengamatan sensoris terhadap objek – objek dunia
sekitar dengan berbagai alat indra untuk melihat, mendegar, meraba, mengecap,
dan sebagainya. Contoh, berkat pengamatan, seorang anak mula – mula mengenal
ibunya, kemudian anggota keluarga lainnya, alat – alat rumah tangga, dan
sebagainya. Demikian pula belajar taraf tinggi, tidak terlepas dari faktor
pengamatan, sekalipun sering juga dibantu dengan alat – alat, seperti mikroskop
untuk melihat bakteri, teleskop, dan sebagainya.
2. Belajar
Berdasarkan Gerak (Motor Type of Learning)
Ada beberapa
prinsip yang harus diperhatikan dalam belajar motoris.
- Mengetahui tujuan dengan jelas dan yakin terhadap faedah tujuan itu baginya.
- Mempunyai tanggapan yang jelas tentang kecakapan yang dipelajari. Tanggapan itu diperoleh melalui demonstrasi, gambaran – gambaran, atau penjelasan lisan.
- Pelaksanaan yang tepat pada taraf permulaan, sebab kesalahan yang dilakukan pada taraf permulaan belajar akan mengurangi efisiensi belajar selanjutnya “It is Necessary to tress accuracy and speed later”.
- Latihan untuk mempertinggi kecepatan.
- Metode keseluruhan atau bagian.
- Dalam belajar motoris pada umumnya metode keseluruhan lebih efisiensi daripada metode bagian. Misalnya belajar menulis kata – kata atau kalimat, lebih baik ketimbang belajar menulis huruf.
- Latihan seperti dalam situasi hidup/dalam situasi sebenarnya.
- Latihan (Belajar motoris) lebih efektif bila perhatian tidak terlampai dipusatkan pada gerakan itu sendiri. Misalnya belajar mobil, perhatian ditujukan pada keadaan lalu lintas atau situasi jalan, tidak pada gerakan kaki atau tangan.
- Tidak banyak kritik, terutama pada proses belajar permulaan.
- Analisis kecakapan. Si pelajar harus mengetahui bentuk dan teknik pelaksanaan yang sempurna, mengenai detail gerakan yang relative cepat.
- Bentuk dan teknik. Untuk tiap kecakapan diperlukan bentuk dan teknik tertentu untuk melaksanakan latihan dengan efisien, dengan tidak memboroskan tenaga.
3. Belajar
Berdasarkan Menghafal (Memory Type of Leaning)
Beberapa
petunjuk tentang menghafal adalah berikut ini.
- Apa saja yang dihafalkan terlebih dahulu harus dipahami/dimengerti benar – benar.
- Hal yang dihafal harus jelas kaitannya antara satu masalah dan masalah lainnya, sehingga merupakan suatu kerangka keseluruhan.
- Menggunakan hal – hal yang dihafal secara fungsional dalam situasi tertentu.
- Menggunakan memo teknik. Misalnya: Repelita.
- Mengulangi hafalan (Aktive recall dan review).
4. Belajar
Berdasarkan Pemecahan Masalah (Problem Solving Type of Learning)
Langkah –
Langkah dalam problem solving, antara lain:
- Memahami masalah atau problema
- Mengumpulkan keterampilan atau data
- Merumuskan hipotesis
- Menilai/mengkaji hipotesis
- Mengadakan eksperimen atau percobaan
- Membentuk kesimpilan
Metode probem
solving dapat digunakan untuk memecahkan berbagai masalah/pelajaran, misalnya
sejarah, biologi, ilmu alam, bahasa, ilmu pasti, dan sebagainya.
5. Belajar
Berdasarkan Emosi (Emotional Type of Leaning)
Belajar
berdasarkan emosi bertujuan menanamkan aspek – aspek kepribadian, misalnya,
ketekunan, ketelitian, kebersihan, sikap yang sehat terhadap pekerjaan, minat
yang luas, dan sebagainya. Jadi, belajar tidak semata – mata dititikberatkan
pada “How to make a living”, tetapi juga “how to live”.
Belajar adalah suatu kegiatan jiwa
raga untuk memperoleh suatu perubahan suatu tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut
kognitif, afektif, dan psikomotor. Ada beberapa jenis-jenis belajar diantaranya
adalah belajar arti kata-kata, belajar kognitif, belajar menghafal, belajar
teoritis, belajar konsep, belajar kaidah, belajar berpikir, belajar
keterampilan motorik (motor skill), dan belajar estetis.
Penyusun menyadari masih banyak
kekurangan dalam penyusunan makalah ini baik dari segi sumber maupun penulisan,
untuk itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk
perbaikan makalah selanjutnya.
Diharapkan pembaca tidak merasa puas
dengan materi yang telah dibaca dan mencoba mencari definisi dan jenis-jenis
belajar yang diungkapkan oleh para ahli lainnya sehingga mendapatkan ilmu yang
lebih luas.
Dalyono, M. (2010). Psikologi
Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta
Djamarah, S. B. (2011). Psikologi
Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta
Kartadinata, Sunaryo dkk. (1998). Bimbingan
di Sekolah Dasar. Bandung: Depdikbud
Purwanto, Ngalim. (1990). Psikologi
Pendidikan. Jakarta: Remaja Rosdakarya
Drs. Alex Sobur, M. Si. Psikologi Umum. Jakarta: (Hal 240 –
244)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar