Merelakan tidak pernah sepaket dengan mengikhlaskan. Kuatlah.

Kamis, 15 Februari 2018

Resep Sambal Matah (Termureeeh)

Rencana mau ngisi blog, cuman nggak tahu apa yang harus di tulis. Alhasil karena tadi siang habis nyoba bikin sambal yang ngebuat aku ketagihan. Maka akan ku share lah resep ini. Langsung aja, daripada banyak cingcong. Ini dia, sambal matah ala ala mureh. Cekidots!


Minggu, 04 Februari 2018

Frebuari ini hujan tetap datang, membuat aspal gersang menjadi wadah air, sama seperti baskom yang diletakkan ibu di tempat yang bocor.
Minggu ini aku diajak pergi dengan kakak. Kepantai. Tempat yang paling aku senangi, di kurangi dengan betapa panasnya tempat tersebut.
Pukul lima, setelah sholat subuh bapak mengantarku kesana. Satu hal yang paling aku senangi dari perjalanan bersama Bapak, tak ada rasa bersalah apalagi takut. Bapak seperti satu-satunya laki laki di dunia yang paling ku percayai dengan sungguh.
Subuh itu Bapak bertanya tentangnya, sudahkah aku memberi tahunya bahwa aku akan pergi. Mengapa dia tak pernah lagi datang kerumah. Apakah hubunganku baik-baik saja dengannya?
Bapak satu-satunya laki laki yang paling takut ketika aku diantar oleh laki-laki lain. Dia akan bertanya banyak macam tentangnya, dan aku mau tak mau harus menjawab.
Ku beri dia penjelasan, penjelasan yang tak pernah ku berikan pada orang lain. Ku ceritakan tentang diriku, bahwa anak gadisnya tak seperti kebanyakan anak gadis lain.
Aku bukan perempuan yang sibuk mengabari dan menghubungi meski sedang menjalani hubungan. Bukan perempuan yang berkata tidak dengan hal-hal yang dia senangi, bukan juga perempuan yang akan merengek ketika ajakannya ditolak.
Aku membuat diriku membebaskannya, membiarkan dia tak mengabariku seminggu dua minggu. Membiarkan dia tak menemuiku sebulan dua bulan, meski dia bisa bermain game, futsal, makan bersama atau pergi kesuatu tempat.

Kuberi tahu satu hal.
Aku pernah melakukan sesuatu yang berbeda pada orang yang kusuka dulu.
Aku pernah marah ketika dia bermain game hingga pagi, pernah kesal ketika dia bertemu dengan mantan kekasihnya. Aku bahkan pernah mendiamkannya, hanya karena dia membatalkan janji pergi denganku begitu saja.
Aku prioritasnya. Aku segala-galanya.
Tapi kemudian mendadak dia meninggalkanku begitu saja.
Aku mengubah diriku, mencari banyak kesalahan dan memperbaikinya. Karena ku pikir dengan begitu aku tak akan ditinggalkan.

Aku tak pernah bercerita tentang hal-hal sepele dengannya. Tentang baju online yang kubeli tak sesuai, tentang sepatuku yang kekecilan, tentang kereta yang datang terlambat atau tentang betapa aku harus mengantri lama untuk mendapatkan makanan dikantin. Aku juga tak bercerita tentang novel yang kubeli dan membuatku menangis semalaman, tentang rencanaku berlibur, tentang lipstick yang warnanya terlalu cerah, atau tentang betapa dosen memberikan banyak tugas kepadaku.
Karena aku tahu bahwa dia sudah cukup sibuk.
Mendengar hal sepele itu hanya akan memenuhi waktunya dengan sia-sia.

Aku selalu memberinya waktu untuk sendiri.
Tapi nyatanya aku salah kira...
Setiap kali berhubungan aku yang paling tersalahkan. Aku seperti wanita yang begitu dicintai tapi tak mencintai.
Mereka berkata seberapa besar sayang dan kasihnya padaku. Tanpa pernah tahu seberapa dalam aku menjatuhkan perasaan itu kepadanya.
Aku bukan perempuan yang sesederhana itu menjatuhkan hati.
Ada banyak laki-laki yang pernah mendekati. Satu diantaranya... aku memilih untuk menjadikannya akhir tujuan.
Tapi aku selalu saja salah sangka.
Aku selalu saja terluka.
Tapi bodohnya, tak ada yang bertanya apa aku baik-baik saja.

Waktu untuk merindukan dia, ku ganti dengan menonton drama romansa berkali kali. Waktu untuk memikirkan dia, ku ganti dengan menggilai laki-laki yang bahkan tak pernah ku temui. Waktu untuk bersedih karenanya, ku ganti dengan menghabiskan uang pergi ke suatu tempat atau membeli banyak komestik yang tak ku gunakan.

Aku memilih cara yang berbeda.
Tapi, apa yang mungkin orang pikirkan tentangku?
Dia yang keterlaluan, dia yang berlebihan, dia yang tak punya hati, dia yang egois dan dia dia sialan lainnya.

Aku akan mengatakan ini satu kali lagi.
Karena aku pernah ditinggalkan.
Maka aku berusaha sekuat mungkin untuk tidak ditinggalkan.
Dengan cara mencintai yang sama atau berbeda, rasa kehilangan akan tetap menyakitkan.

Aku membatasi diriku.
Aku menjaga agar aku tak disakiti begitu banyak.
Ah, nyatanya pantai yang begitu ku cintai pun masih saja terasa menyakitkan ketika patah hati.