Merelakan tidak pernah sepaket dengan mengikhlaskan. Kuatlah.

Rabu, 07 September 2016

Surat Kedua Untuk Cinta



 Kali ini, aku ingin bercerita tentang mimpi dan harapan. What’s your biggest dream?. Aku selalu bertanya-tanya didalam diriku sendiri dan asal kamu tahu, aku tentu bukan perancang yang hebat. Namun rasanya kali ini aku ingin sekali berbagi cerita padamu, sayang. Yakinku Tuhan mungkin mengarahkanku pada jurusan psikologi karena nyatanya mimpi besarku semakin tergambar jelas ketika aku berada didalamnya.

Kamu tahu bukan, bahwa aku tak pernah benar-benar memimpikan menjadi seorang guru. Tapi coba kamu tebak? Saat ini pun aku masih menjadi seorang guru, meski hanya dengan gaji ‘seupil’. Ku kira mimpi besarku adalah menjadi penulis terkenal, lalu menaik hajikan kedua orang tua dan tinggal di apartement yang mewah. Ayolah, semua orang tentu mengharapkan kekayaan juga kesuksesan.
Namun semua terasa salah ketika seorang temanku berkata 

“Gajinya puluhan juta, beuh mantabs! Lagian kalo bisa sih gue nggak mau jadi ibu rumah tangga aja. I’ts bad, kuno dan klasik. Gue pengen berkarir, punya duit banyak dan tempat tinggal yang mewah.” 

Awalnya kukira semua perempuan akan berpikiran seperti itu, dan aku adalah salah satunya. Semua mencintai kekayaan dan kemewahan, semua memimpikan kesuksesan dan karir yang gemilang. Begitu juga aku yang benar-benar pernah bermimpi bodoh untuk bisa melanjutkan S2 diluar negeri dan mengirimi uang ratusan juta untuk orang tuaku karena bisa bekerja disana. Semua makin terasa ambigu sayang, aku tak lagi mengharapkan rumah megah bertingkat atau apartement yang harganya milyaran itu. Aku tak lagi tertarik untuk tinggal diluar negeri, menetap dan bekerja disana lalu mengirimkan uang yang banyak untuk ibu, aku tak lagi memimpikan mobil mewah yang berderet dirumah kita, juga aku yang berpakaian rapih bekerja ‘ala kantoran’ dengan gaji selangit. Tidak, aku tak lagi memimpikannya.

Aku mendadak memimpikan kesederhanaan.

Aku mendadak menginginkan berkecukupan dan tinggal dirumah yang hangat.

Kau tahu bahwa didekat rumahku ada Sekolah Luar Biasa? Kau tahu betapa aku harus merasakan nyeri yang mendera setiap aku melewati mereka. Saat aku menjadi guru TK, semester pertama mengajar aku dikejutkan dengan kedatangan murid pindahan dari kelas lain. Dia mengidap wernicke aphasia yang menyebabkannya sulit berbicara, aku tak benar-benar tau aphasia apa yang dideritanya sebenarnya. Apakah dia juga menderita disleksia? Entahlah. Muridku ada 16 asal kau tahu, membagi perhatian benar-benar terasa sulit untukku. namun karena anak ini diberi keistimewaan hingga guru yang memindahkannya, kepala sekolah serta orang tuanya meminta tolong padaku secara pribadi aku benar-benar sedikit membedakannya dari anak-anak yang lain.

Aku tak memaksanya untuk membaca. Tak memaksanya pula untuk cepat-cepat bisa menghitung atau menjumlahkan. Tapi dia benar-benar pintar berhitung sayang, aku sempat tersenyum dan berkata dalam hati bahwa dia benar-benar luar biasa. Dia mengalahkanku.

Semester selanjutnya, aku diberi anak didik yang sama seperti dirinya. Bagiku dia tak begitu merepotkan, justru anak-anak lain yang sering mengejeknya lah yang merepotkan. Mereka berdua tidak manja dan menangis, tidak pernah menggelantung dipundakku saat aku sedang duduk dan mengajari anak yang lain, tidak pernah meminta uang jajan meskipun ia lupa membawanya, tidak pernah mengerecokiku makan disaat istirahat ataupun menyalalahkan dan berkata ‘aku nakal’ bila tak menuruti kemauannya. Mereka lebih polos dari anak seusianya. Senyumnya terasa sempurna, dan pelukan kecilnya terasa hangat. Aku jatuh cinta pada mereka.

Aku jatuh cinta pada mereka bukan karena keponakanku yang tiada memiliki kesamaan seperti mereka. Bukan karena itu. Namun bila kau menjadikan itu salah satu penyebabnya, mungkin bisa jadi iya ataupun tidak. Chaesar, aku tak benar-benar dekat dengannya bukan karena rumahnya yang begitu jauh, bukan karena aku malu sebab dia berbeda, bukan pula karena aku tak benar-benar ingin dekat dengannya. Kau pasti akan memahami itu setelah aku menceritakannya kepadamu nanti.

Kau tahu, sesekali aku sering berbelanja di warung ujung jalan, warung dimana anak-anak luar biasa seperti mereka menjajankan uangnya. Menggantinya dengan mainan seribu rupiah, atau membeli permen warna-warni meski pakaian putih abu-abu tersemat dibadan mereka. Kadang, aku sering melihat betapa mereka tak benar-benar mengerti berapa uang yang harus mereka keluarkan seperti keponakanku yang berusia tiga tahun. Dan aku baru menyadarinya bahwa sosok ‘bocah kecil’ yang terperangkap didalam badan besar itulah yang pantas mendeskripsikan mereka.

Dan aku merancang mimpi paling besarku.

Terkutuklah aku yang tak menjadikan mimpi menaik hajikan orang tuaku sebagai mimpi terbesarku.

Terhinalah aku yang tak menjadikan kedua orang tuaku hal utama dalam hidupku.

Tapi ayolah, sebelum aku memimpikan mereka aku pasti sudah tahu bahwa aku akan melakukan hal terbaik dan berusaha semaksimal mungkin untuk membahagiakan mereka sayang. Pun membahagiakanmu dan anak kita kelak.

Lalu kau tahu aku merancang mimpi seperti apa?

Aku memimpikan rumah baca untuk mereka. Bukan, bukan, namun sekolah luar biasa yang menampung anak-anak seperti mereka tanpa biaya sepeserpun. Yakinku, orang-orang yang tidak mampulah yang pastinya lebih banyak memiliki anak-anak anugerah seperti mereka.
Kau tentu tahu bukan bahwa biaya menyekolahkan mereka selangit?
Apa daya bagi orang tua yang hanya memiliki pekerjaan hanya untuk melanjutkan hidup?

Ya, tentu saja aku membutuhkan donator. Itu sudah pasti. Maka dari itu saat ini aku mungkin akan lebih berbaik hati dengan orang-orang yang kukenal. Aku tak lagi memblokir teman SMP ku karena dia begitu berisik mengirimiku inbox, aku tidak lagi asal memblokir orang yang tak kukenal padahal mereka hanya mengucapkan salam, aku tak lagi bersikap angkuh pada orang-orang yang lebih ingin mendekatkan diri padaku. Ya, barangkali kelak mereka sukses dan aku membutuhkan pertolongannya kan? namun kau jangan salah kira, aku bukan perempuan genit atau murahan yang akan membalas chat laki-laki. Ayolah, aku tak benar-benar punya waktu untuk meng-genitkan diri asal kau tahu. 
Keinginanku untuk tak mau berkenalan dengan orang luar yang tak ku ketahui identitasnya dengan jelas masih menjadi salah satu bagian dari prinsipku. Barangkali kau akan sering mendengar kata ‘sombong’ untukku yang keluar dari mulut mereka.

Maka tentu kita harus sukses sayang, bagaimana caraku menarik minat mereka? Oh ayolah, aku mantan anak organisasi dan aku calon lulusan sarjana psikologi. Soal bujuk-membujuk adalah keandalanku. Tapi bila kau benar-benar ingin tahu, aku akan membocorkan satu cara…

Mungkin kau memiliki adik yang kelak akan menikah, saudara atau pun kerabat dekat. Kalau perlu aku akan merusak acara mereka dengan mengumumkan SLB gratisku agar mereka tertarik untuk beramal. Ah tidak, tentu saja bukan begitu maksudku. Aku tak benar-benar akan meminta mereka untuk menyumbangkan sejumlah uang kedalam rekeningku, namun pastilah aku akan meminta mereka untuk datang kesekolah tersebut. Entah menyumbang buku bekas yang mereka punya ataupun tenaga dan waktu untuk barang sekedar memeluk anak-anak didikku kelak disana. 

Percayalah sayang, pelukan kecil yang hangat dari orang-orang asing yang tak mereka kenal adalah salah satu sumber kebahagiaan untuk mereka. Rasa kasih yang para donator berikan untuk menatap wajah-wajah lugu mereka adalah salah satu anugerah untuk hidup mereka.

Bila kamu tak menyukai anak kecil tak masalah buatku. Akan ku pastikan kamu mencintai mereka. Mungkin aku akan meminta maaf kepadamu bila sesekali mereka menjambak rambutmu, memukul perutmu atau meneteskan air liur dibajumu. Percayalah, mereka tak benar-benar ingin melakukannya. Maafkan bila sesekali mereka akan mengajakmu berbicara dengan riang dengan suara yang tak jelas, maafkan bila mereka akan menyuruhmu menari atau menyanyi berulang-ulang kali dan maafkanlah bila sesekali mereka akan mengataimu dan menghardikmu dengan keras.

Percaya padaku, mereka tak benar-benar mengerti apa yang sudah mereka lakukan terhadapmu.

Ah, rasanya sudah begitu panjang surat yang ku buat. Aku masih ingin berceritamu tentang banyak hal, namun tulisan ini sudah begitu benar benar dan benar panjang. Jadi akan kusambung lain kali ceritaku selanjutnya ya…

                                                                                                                   ILY
Calon Istrimu Yang Cantik