Merelakan tidak pernah sepaket dengan mengikhlaskan. Kuatlah.

Kamis, 26 Maret 2015

Semua masih Baik-Baik saja



Pagi ini matahari tidak muncul seperti biasanya, awan yang seharusnya sudah berubah warna menjadi biru cerah tiba-tiba saja tersulap menjadi abu-abu. Tetes hujan semakin turun dengan lebat, saya yang belum mengenakan jaket hujan segera menepi di salah satu ruko yang masih belum membuka gerainya. Petir menggelegar entah keberapa kali, saya mendengus pelan dan dengan berat hati mengirim pesan kepada teman saya untuk menitip absen kali-kali datang terlambat. Jam yang melingkari pergelangan tangan saya menunjukan pukul delapan pagi, saya sudah memastikan jikapun jaket hujan tersebut membungkus tubuh kurus kering saya ini, hujan akan tetap membasahi saya.
Saya menunggu hujan untuk kembali reda, jalanan sepi dan ruko tempat saya meneduh mulai padat, dipenuhi dengan orang-orang yang menghindari dirinya dari kebasahan. Ini bukan saya. Tentu saja. Saya bukan perempuan yang malas berangkat kesekolah, yang suka terlambat dan pulang dengan cepat. Tapi kenyataan yang terjadi saat ini justru berbanding 360 derajat dari saya yang dulu. Bahkan ibu sempat marah dan kecewa karena perubahan diri saya seperti sekarang ini, tapi mungkin saat ini dia mulai mengerti mengapa saya bersikap demikian saat ini.

Saya mengingat pertemuan-pertemuan menyenangkan saya dengan anak-anak, hal tersebut yang membuat saya mengatakan bahwa semua masih menjadi baik-baik saja. Meski kadang saya suka jengkel sendiri setiap kali melihat jam menunjukan pukul setengah empat tapi dosen masih saja sibuk mengajar dikelas. Betapa tidak menyenangkannya hidup saya kali ini. Saya mencintai pekerjaan saya menjadi seorang guru tk, tentu saja, itu cita-cita saya dari dulu. Tapi kalau boleh jujur, saya ingin kembali kemasa dimana saya dikenal sebagai Annisha anak organisasi. Entah mengapa saya sudah lama tidak merasakan bakti sosial dan menggalang dana dijalan. Dulu, saya fikir kuliah akan jadi lebih menyenangkan ketimbang masa SMK. Tapi nyatanya saya membenci kenyataan ini. Kenyataan dimana saya tidak bisa berorasi dijalan, kenyataan dimana saya tidak mampu membagikan mawar, mendaki gunung, mengajar beberapa hari di pedalaman dan masih banyak kegiatan yang baru saja kemarin saya impikan- yang nyatanya tidak menjadi fakta.

Kali ini hujan mulai reda, saya menstater motor saya dan melajukannya dengan cepat. Seperti yang sudah-sudah. Sepertinya saya memang mengendarai motor dengan cepat, karena jarak dari kampus dengan rumah saya sering kali saya tempuh dalam waktu 30 menit, bahkan kali itu saya hanya butuh waktu 20 menit untuk sampai kerumah. Itu bukan kehendak saya, tentu saja. Waktu memburu saya, bayangkan saja dalam beberapa hari saya pulang pukul 15:40 sementara saya harus mengajar pukul 16:00. Saya membuang nafas keras-keras kali ini. Harap saya, semoga semua memang benar masih baik-baik saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar