Dulu kita sempat bersama-sama, berfikir bahwa selamanya akan terus seperti itu. Bahagia dan
hanya tawa yang mampu melengkapinya. Namun semua tiba-tiba saja berubah, kamu
dan aku menjadi sosok yang sama-sama seperti tak saling kenal. Bahkan hanya
sekedar menyapa “Hallo” pun begitu susah. Aku mengatakan bahwa semua masih
baik-baik saja, aku berfikir bahwa aku masih menjadi aku yang dulu. Tapi
penyangkalan memang tak selamanya berjalan mulus. Ada beberapa hal yang mungkin
membuat ketenanganku musnah secara perlahan. Aku lelah menangis, juga terlalu
letih untuk menyalahkan diri. Kepercayaan diriku yang mengatakan bahwa aku
sanggup sendiri untuk berdiri tegak yang pada nyatanya tak sehebat itu. Aku
masih lemah. Bahkan hanya untuk sekedar mengikhlaskan apa yang bukan menjadi
milikku.
Aku tidak lagi mencintaimu. Tidak berharap bisa menjadi kita
yang seperti dulu. Aku sudah bahagia dengan tanpa dirimu-atau orang lain yang
katanya mencintaiku. Aku tak secepat itu melupakan- juga tak seceroboh itu
dalam menaklukan. Bagiku mencintai sama sulitnya dengan melupakan apa-apa yang
sudah begitu jauh untuk pergi. Hati bukan permainan yang semudah itu kamu coba
lagi. Bisakah kita berdamai pada masa lalu? Jika kamu berfikir bahwa gandengan
tanganmu membuatku menahan tangis agar tak tumpah, kamu mungkin salah. Aku
sudah mempelajari banyak hal- termasuk kata move on atau move up didalamnya.
Tidak ada artian penghapusan, hanya sebuah persamaan dengan penerimaan. Jadi
bisakah kembali kita berteman?
Anggap saja segala yang terjadi, tentang baik atau buruknya
adalah sebuah kamuflase bagaimana Tuhan memberikan banyak pelajaran untuk kita.
Mari tawakan segala kenangan manis atau pahitnya! Kamu berbahagia dengan adanya
dia di sisimu dan aku masih mampu tertawa gembira atas kesendirian dalam
penganugerahan hidupku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar