Hari ini saya sedang sakit.
ISPA saya membuat kondisi tubuh saya semakin memburuk. Tapi kali ini saya masih
menyempatkan diri untuk membuka buku diary berwarna merah jambu yang
lembarannya banyak hilang disana-sini. Saya terseyum getir, dari banyak tulisan
yang saya buat nyatanya saya hanya menuliskan rincian tentang laki-laki yang
saat ini mampu membuat tangis saya tumpah ketika mengingatnya. Demam saya yang
mencapai 43 celcius ternyata tak berdampak banyak, tidak membuat tangis saya
berhenti ketika berharap kali-kali dia akan mengirimkan saya sebuah pesan apa
kabar atau semacamnya. Tapi mana mungkin? Itu hal ternihil dalam hidup. Dan saya
merasa semakin bodoh kali ini.
Cermin besar dihadapan saya
kali ini membuat saya menghela nafas berat. Mau dibawa kemana sakit hati yang
berkepanjangan ini? Meski pada nyatanya ketika saya menulis ini, tidak ada
tangis sesenggukan yang menyelinginya. Mungkin, hari ini saya sudah menyerah
untuk mencintainya. Mungkin saya sudah lelah setelah patah. Atau mungkin, saya
sudah bahagia dengan tidak ada dirinya didalam hidup saya. Karena pada
faktanya, ketika menatap foto dia bersama gadisnya tidak lagi membuat tangis
saya tumpah. Saya hanya memandangnya kosong, dan menutupnya kembali kemudian
melanjutkan hidup lagi. Tak ada yang banyak berubah kali ini. Ketiadaan dirinya
sudah bisa saya terima dengan lapang. Saya tidak akan pernah bisa melupakannya,
tapi saya bisa untuk mengikhlaskannya.
Jadi, ketika tenggukan
terakhir teh manis yang saya minum berakhir. Saya berharap cinta saya juga
berakhir. Karena untuk senyum saya, kali ini… saya sudah mampu bahagia tanpa
adanya dia. Tuhan, terimakasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar