Merelakan tidak pernah sepaket dengan mengikhlaskan. Kuatlah.

Rabu, 25 Februari 2015

Mungkin ini Kamu, atau juga Aku.

Sering kali kamu jatuh cinta pada orang yang salah. Sampai pada saatnya kamu menutup hatimu erat-erat, dan tidak ada satupun orang yang kamu perbolehkan masuk. Ketika kamu dengan jelas sadar, dia yang kamu cintai memilih pergi, kamu hanya berbicara seolah tidak apa-apa. Kamu berjuang setiap hari untuk melawan kesesakan yang bernama sepi. Aktingmu masih saja terlihat tanpa cela, meski tawamu terdengar bahagia, ada tangis yang kamu pendam begitu dalam.
Kamu meraba-raba hatimu sendiri, sudahkah luka ini pulih? Atau masihkan terus saja berdarah? Pada nyata yang ada, kamu masih menemukan tangismu disetiap kali menatap sesuatu yang kamu kenali- kenangan memang selalu sangat begitu menyakitkan. Harapmu semoga saja baik-baik saja, padahal kamu tahu bahwa segalanya tak akan kembali sama seperti dulu lagi.
Setiap malam, didepan kiblat kamu menatap nanar tangan yang telah menengadah. Ditetes raungan tangis, kamu meminta semoga saja dia dibahagiakan-meski tidak mengikut sertakanmu. Meski kamu memahami, bahwa dia telah memiliki sumber bahagia lain. Sumber bahagia yang tentu saja bukan dirimu, kamu tetap berharap kali-kali saja kamu bisa ikut andil didalamnya.
Demi hati yang lelah, demi hati yang patah, berbahagialah. Cinta yang bertepuk takkan berhak untuk membuatmu meninggalkan bahagia. Dia yang bodoh sudah mampu sadar diri untuk tidak beriringan bersama, anggunlah. Buatlah dia menderita atas penyesalan yang dengan mudahnya meninggalkan dan mengucapkan kata pisah. Jatuh cintalah lagi, tapi berdoalah untuk tidak patah kembali…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar