Merelakan tidak pernah sepaket dengan mengikhlaskan. Kuatlah.

Selasa, 12 Januari 2016

Surat Move On

Desember kali ini masih sama seperti Desember tahun lalu, hujan mendominasinya A. Bau tanah dan rerumputan basah dipekarangan rumah sering kali membuat udara di luar semakin mendingin, hujan memang selalu identik dengan kesedihan ya A?
Desember lalu masih ingatkah kamu, saat kamu terpogoh-pogoh datang ke salah satu toko baju karena ingat seminggu lagi dia berulang tahun. Dengan semangat yang membara, kamu menyeret teman perempuanmu untuk mau mengantarmu memilih kado dan memesan kue tart. Kamu saat itu masih bersinar, masih berpijar, masih menjadi perempuan manis yang mempercayai bahwa semua hubungan akan berakhir dengan bahagia.



Sore itu hujan memang sedang lebat ya A? tapi kamu yang keras kepala tetap ingin berkumpul bersama teman-temanmu, tak perduli meski harus sendiri mengendarai sepeda motor dan menempuh jalan yang lumayan jauh. Berharap kali-kali dia akan datang dan waktu mempertemukanmu dengannnya. Kamu merindu dan mencandunya, sama seperti kamu menggilai soufflé coklat disaat hujan turun. Tapi gengsi perempuan setinggi langit, mana bisa kamu berterus terang meminta dia datang dan mengatakan betapa ketiadaannya menyiksamu?

Ingat lagi waktu teman-temanmu mengatakan dia sudah memiliki kekasih? Kamu yang masih naif dan sombong itu berfikir bahwa mereka sedang mengerjaimu, kamu tak percaya alih-alih jusru kamu berkata dalam hati ‘Mana mungkin, dia kan menyukaiku bertahun-tahun.’ Tapi minggu kelabu di sekolah menyadarkan kamu, bahwa dia memang benar-benar sudah memiliki kekasih. Teman-temanmu mengatakan dengan wajah serius dan logat yang tak lagi bercanda. Dan kali itu kamu tahu, bahwa dia yang tergenggam ditanganmu ternyata sudah terlepas tanpa kamu sadari.


A, kamu saat itu tertawa setelah mereka semua memperlihatkan gambar seorang perempuan disalah satu ponsel milik mereka. ‘Gakpapa, aku gakpapa.’ Tapi tangismu pecah disana, air matamu luruh satu persatu. Meski berkali-kali kamu merutuk dalam hati. Mereka mencoba memelukmu dan menenangkanmu, mencoba untuk menyadarkanmu dengan cara terlembutnya, tapi kamu menepis mereka dengan sekuat mungkin. Hingga kamu tak lagi mampu menampung tangis pecahmu, kamu berlari dan pamit dengan segera. Aku ingat sore itu A, di pelataran parkir, dengan air mata yang meleleh, dengan tatapan-tatapan orang tak mengerti, kamu berubah menjadi sosok yang lemah karena cinta untuk pertama kali.


Hujan sore itu lebat kan A, tapi kamu tak ingin memakai mantel hujanmu. Biarlah tangismu mampu terguyur dan teredam bersama dinginnya hujan yang mampu membuatmu menggigil. Di sore sialan itu, kamu melihatnya, kamu dengan jelas menatapnya dengan tanpa sadar- tapi dia tidak melihatmu, bahkan menyadari kehadiranmu yang begitu tipis pun tidak. Sama seperti hatimu yang masih menyebut namanya, tapi dia tak lagi ingat apakah kamu pernah berada di dalamnya. Aku tahu tangismu semakin kencang A, aku tahu kamu bahkan tak lagi sanggup berbicara. Mungkin memang benar, kamu merindunya, kamu menginginkan keberadaannya, kamu ingin dipertemukan olehnya. Tapi tidak dengan keadaan seperti ini, keadaan dimana dia tak lagi milikmu, keadaan dimana dia telah terlepas dari genggamanmu.


Dengarkan aku untuk kali ini saja A. Hidupmu akan terus berjalan, laki-laki itu tak akan pernah kembali lagi di sisimu sekalipun kamu meronta dan meminta. Mungkin, awalnya semua terasa menyakitkan. Kamu akan menyalahkan dirimu, menghina dan merendahkan dirimu, juga membanding-bandingkan apa yang kamu punya dengan perempuan yang berada di sisinya. Dan setelah itu, akan ada beberapa orang yang mau dengan kerendahan hatinya membantumu untuk menyembuhkan luka. Kamu pasti akan membuat perbandingan, entah dia tak lebih lucu darinya, bodoh soal pelajaran, tidak suka bercerita atau terlalu egois.


A, setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihan. Jadi berhentilah untuk menjadikan dia penentu kriteria pendampingmu, cukuplah membuatnya seolah-olah dialah tersempurna. Jangan lagi kamu menekankan diri bahwa hanya dia satu-satunya pria setia yang mau menerimamu dulu.

Dengarkan ini A, jika memang dia setia mengapa dia pergi meninggalkanmu? Jika dia mau bersamamu, mengapa dia sekarang lebih memilih bersama orang lain di banding hidup bersamamu? Cinta harusnya tak sesakit ini. Cinta bukan barang sekedar menerka-nerka, berdoa lalu bahagia A.


Percayalah, bahwa suatu hari nanti kelak akan ada laki-laki yang dengan gagah dan berwibawa mengatakan bahwa dia mampu hidup setia bersamamu. Meski mungkin dia tak setampannya, meski mungkin pula dia tak selucu dan tak semenarik dibanding dirinya, tapi percayalah bahwa kamu akan lebih bahagia jika bersamanya. Jadi kumohon, berhentilah untuk menatap keluar jendela dengan sedih. Berjanjilah bahwa kelak kamu akan menantangnya bahwa tawa siapa yang nanti lebih terlihat bahagia.


A, percayalah padaku. Bahwa ketiadannyapun tak berarti apa-apa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar