Merelakan tidak pernah sepaket dengan mengikhlaskan. Kuatlah.

Jumat, 27 Oktober 2017

Cinta dan Kepercayaan



Hari ini aku bermimpi tentang kamu. Aku melihatmu dengan dia bergandengan bersama, dan itu benar-benar terasa menyakitkan untukku – bahkan setelah aku bangun.
Aku tak bisa mengatakan betapa mimpi buruk itu menjelma menjadi ketakutan untukku, betapa hari-hari ku terasa buruk hanya karena mimpi yang tak nyata itu. Aku tahu, kamu tak akan mengulangi kesalahanmu yang dulu. Namun bagaimana bila aku salah kira? Namun bagaimana bila nyatanya aku melewatkan banyak hal, dan dengan bodohnya aku begitu percaya diri menyombongkan betapa kamu mencintai aku sedalam aku mencintaimu.

Kamu tahu? Ada seseorang yang berkata bahwa cinta bisa hadir meskipun tanpa kepercayaan. Begitulah cinta yang ku berikan padamu. Ingatkah kamu ketika kamu meragukanku dan bertanya apa aku mencintaimu? Aku mengangguk dan mengiyakan dengan yakin. Tapi pertanyaan kedua yang kamu ajukan untukku tentu kamu ingat pula bukan?
Aku tak mempercayaimu. Tak pernah benar-benar mempercayaimu.

Sayang, cinta dengan kepercayaan adalah dua hal yang berbeda. Tapi hadir bersama ketika ia tumbuh. Aku pernah mencintaimu dengan kepercayaan. Aku pernah dengan angkuh berkata bahwa kamu laki-laki setia yang aku syukuri keberadaannya. Bahkan ketika beberapa orang menggoyahkanku, aku tetap memilihmu. Aku tetap meyakini diriku bahwa aku hanya harus mencintai satu orang, dan itu kamu.


Aku berkata kepada diriku, berhubungan dengan orang dimasa lalu akan menyakitimu maka aku tak pernah melakukannya. Aku berkata kepada diriku, membalas pesan orang yang menyukaiku akan menyakitimu, maka aku menjauh dan tak pernah membalasnya. Aku berkata pada diriku bahwa ini salah ketika seseorang memberiku hadiah dan menolaknya, karena aku tahu bahwa itu menyakitimu.
Tapi…
Pernahkah kamu melakukan hal yang sama sepertiku?
Pernahkah kamu berpikir betapa aku sakit hati hanya pada sebab-sebab kecil seperti itu? Pernahkah kamu benar-benar bertanya padaku bahwa apakah aku baik-baik saja karenanya?

Tidak.

Kamu tak pernah benar-benar mengerti betapa arti diam dan tak masalahku membuatku menumpahkan tangis semalam penuh dan membiarkan mataku membengkak. Kamu tak pernah mengira betapa diamku terasa begitu menyesakkan. Aku tak memukulmu, juga tak menyumpahimu seperti teman-temanku yang melakukan hal tersebut dengan kekasihnya. Aku tak bertanya kepada perempuan tersebut atau mengatakan bahwa ia benar-benar membuatku tak nyaman, aku bahkan tak pernah benar-benar menyalahkanmu ataupun dirinya.
Itulah sebabku mengatakan tak masalah bila aku melakukan hal yang sama sepertimu bukan?

Tahukah kamu mengapa aku begitu?

Itu tidak anggun. Tentu saja aku tak bisa melakukannya, membiarkanmu tahu betapa aku terluka karenanya akan membuatmu besar kepala. Berbicara dengan perempuan itu dan mengacaukan hubunganku dengan orang yang bahkan tak ingin ku kenali tak benar-benar begitu baik bagi duniaku. Aku tak ingin berhubungan dengan seseorang yang menyakitiku. Bahkan bila pun bisa, aku tak ingin benar-benar melihat dirinya.

Jadi, bila aku tak mengangkat telfonmu atau membalas pesanmu, kamu hanya perlu tau hal ini. Aku mencoba untuk menenangkan diriku. Aku membutuhkan waktu untuk memaafkanmu karena aku mencintaimu. Aku membutuhkan waktu, dimana aku bisa merenungi betapa tangisku terasa sia-sia. Tidakkah kamu harus bersyukur karena telah mendapatkanku? Tidakkah kamu perlu berterima kasih karena aku tak pernah memakimu? Tidakkah kamu perlu menghebatkan diri karena aku mencintaimu dengan sangat seperti ini? Bahkan, karena cintaku yang begitu bodoh ini, aku bahkan tak pernah sepenuhnya menyalahkanmu meskipun menyakitiku. Mungkin barangkali kamu membalas pesannya karena jenuh denganku, mungkin kamu memberinya emot kiss atau peluk hanya karena sebuah candaan, toh pada nyatanya kamu tak pernah benar-benar memeluk atau menciumnya bukan? Haha aku akan tertawa paling kencang bila hal itu terjadi. Kita bahkan tak pernah melakukannya, dan aku akan dengan sombong mengatakan bahwa dia hanya sebagai pemuas nafsumu. Tidakkah itu menyakitiku? Tentu tidak, aku mungkin akan menangis beberapa saat tapi aku bersyukur karenanya. Aku hanya perlu meninggalkanmu. Itu saja.

Sayang, dengarkan aku kali ini. Aku memiliki banyak teman pria, mereka bisa mengenalkanku dengan teman mereka yang lainnya. Atau kalau lebih mudah aku bisa saja berkencan dengan mereka, tidakkah kamu ingat karenanya teman-teman dekatku menghinaku? Mengatakan aku murah karena memiliki begitu banyak teman pria?

Sayang, tak mengapa bila aku mencintaimu tanpa kepercayaan.
Karena bahkan sampai saat inipun aku tetap bersedia untuk bersamamu bukan?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar