Merelakan tidak pernah sepaket dengan mengikhlaskan. Kuatlah.

Senin, 08 Mei 2017

Untuk 20 Tahun.



Selamat Ulang Tahun Annisha, yang ke 20 Tahun. Barakallahu…


Pada tahun-tahun sebelumnya, gue selalu menantikan tanggal ini. Tanggal dimana gue berpikir bahwa kado akan menanti dan kue cokelat yang menggiurkan menghampiri.
Ini giliran gue. Dan tentu aja gue bahagia
  
Dulu, ada banyak pesan yang menggunung, sampai-sampai gue malas untuk membalas pesannya.
Maksudnya, ada beberapa yang nggak mengenal dekat gue. Bahkan mungkin kami nggak bertegur sapa terlalu sering, tapi nyatanya dia justru muncul diberanda gue. Mengucapkan dengan diakhiri emot senyum. Yang memiliki banyak arti.

Gue suka dengan kejutan, dengan pernak-pernik manis, hingga beberapa orang akan mengatakan bahwa gue, adalah “wanita yang begitu banyak dicintai”. Gue sama dengan banyak orang yang berharap dengan apa yang akan didapat dihari itu. Bukan tentang apa yang sekiranya harus diberi ucapan terimakasih dihari tersebut. Ibu sama bapak, tentu nggak pernah memberi gue kado ataupun kue. Mereka hanya mengucapkan selamat. Bahkan mungkin nggak sama sekali

Bapak justru lebih mengharuskan gue mengucapkan terimakasih sambil mencium tangannya.
Hingga akhirnya. Ada seorang teman yang mengatakan “Nggak ada kado yang lebih besar selain sebuah doa”.

Semua tiba-tiba aja jadi terasa serba salah. Lagu Jamrud yang sering gue putar terasa makin ngena dihati.

Dan gue mendadak merasa bahwa nyatanya memang benar “Gue memang nggak pernah berharap untuk dapet apapun dihari itu. Gue bahkan lupa dengan hari tersebut. Buat gue semua hari sama aja.”

Dan sekarang gue mulai menghitung….
Ada berapa banyak teman yang mendoakan gue.
Ada berapa banyak orang-orang dideket gue yang benar-benar mendoakan dengan lapang untuk kebaikan gue.

Gue mulai merasa bahwa hari ini adalah hari yang paling membebani di hidup gue.
Hari dimana gue harus membuat orang yang gue suka mengeluarkan uang lebih untuk membeli banyak benda hanya demi menyenangkan gue.
Hari dimana teman-teman gue harus menyisihkan uang jajan yang ditabungnya hanya demi membeli kado dan kue untuk gue.
Hari dimana Ibu harus memberi jatah tambahan untuk membiarkan gue bisa mentraktir.
Hari dimana gue seharusnya sadar bahwa bisa aja esok ataupun saat ini gue mulai dikafani karena sudah selesainya usia gue didunia ini.
Gue merasa bahwa, gue benar-benar menjadi wanita ter-egois didunia ini.

Seharusnya gue sadar bahwa hari ini adalah hari dimana seharusnya gue berterimakasih pada Tuhan.
Untuk segala kasih sayangNya, untuk segala belas kasihNya dan untuk segala kebaikanNya.
Seharusnya dihari ini gue lebih banyak bersujud dan merapal banyak kata. Mengucapkan terimakasih karena telah membiarkan gue hidup di dunia ini lebih lama. Terimakasih karena telah membiarkan gue untuk tetap berada disekeliling orang-orang yang gue sayang. Terimakasih karena telah memberikan kesehatan untuk ibu, bapak dan orang-orang yang gue kasihi. Terimakasih karena telah membiarkan gue untuk bisa bernapas dengan gratis meski Dia tahu bahwa nggak terhitung udah berapa banyak manusia yang hatinya gue sakiti. Terimakasih karena telah memberikan rumah yang layak untuk gue tinggali. Terimakasih karena telah membuat gue mendapatkan banyak doa dari orang-orang yang gue cintai.

Mungkin aja, gue nggak bisa merapal satu persatu ucapan terima kasih gue. Karena mata yang gue pake saat ini, tangan yang gue pinjam saat ini ataupun otak yang udah buat gue bisa berpikir saat ini juga termasuk bagian yang harus gue ucap dan gue rapal.
Bodohnya, adalah gue baru sadar saat ini.
Bahwa nyatanya “happy birthday” yang selama ini sudah gue nanti-nantikan dan gue puja berlebihan itu, membuat gue seringkali harus bersusah payah menahan tangis.
Ada banyak orang yang harus gue beri permohonan maaf. Karena diumur gue yang tua ini, gue sadar, bahwa ada begitu banyak manusia yang hatinya gue lukai.
Secara sadar, ataupun sesadarnya gue.


And finally…
Gue belajar lagi, tentang arti hidup.

Tentang betapa Tuhan, telah begitu baik membiarkan makhluk seperti gue, untuk tetap begitu sangat dicintai.

Terimakasih untuk manusia yang mengatakan bahwa gue cukup hebat dan memberi gue pujian karena tulisan konyol gue ini. Terimakasih untuk orang-orang yang dengan kerendahan hatinya membaca tulisan gue ini.
Lo, mungkin bukan menjadi bagian orang yang akan gue sebut dideretan utama.
Tapi lo adalah manusia yang selalu membuat gue merasa, bahwa dibalik ketidak berdayaan yang gue amini. Ada manusia yang mengatakan bahwa gue cukup baik untuk tetap menjadi seperti ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar