Merelakan tidak pernah sepaket dengan mengikhlaskan. Kuatlah.

Kamis, 27 Juni 2013

Aku atau mungkin juga Kamu

Ini bukan tentang bagaimana caranya untuk berhenti mencintai seseorang yang mungkin masih menjadi bagian besar didalam hidupmu. Ini tentang cinta, tentang perasaan yang terkadang membuatmu ingin tampil sempurna didepannya. Pernahkah kamu merasakan sedemikian rupa? Sakit dan bahagia yang menjadi-jadi?. Ini bukan sebuah kemunafikan hati yang mencoba untuk memungkiri rasa yang kamu belum tinggal mati didasar hati, ini tentang bagaimana caramu bahagia tanpa adanya dia. Mari kita perbincangkan bersama. Menggali kenangan pahit yang mungkin selalu ingin kamu buang, ah atau mungkin saja, kamu buang dan kamu pungut kembali disaat kamu menyadari bahwa itu, masih berarti.. 
Ini tentang sakit yang tak kunjung pulih. Tentang rasa yang tak kunjung memudar, meski kamu sudah hapus berulang kali. 

Apakah memang begini adanya? Atau mungkin Tuhan belum menakdirkanmu- aku dan kamu untuk mendapatkan seseorang yang akan menggandeng tangan kita ketika berjalan bersisian? Aku sudah menimbang-nimbang itu cukup lama, yah pada nyata yang ada, dunia yang kita pijaki tak seindah buku-buku fiktif yang sering kita baca. Tapi mungkin saja, dunia ini bisa menampilkan sesuatu yang lebih indah daripadanya. 
Aku, kamu dan mungkin orang lain juga pasti pernah merasakan sakit yang tak terlihat seperti iniDan mungkin kamu adalah bagian dari banyaknya orang yang akan menghabiskan waktu untuk mendengarkan lagu sedih dimalam hari ketika semua orang terlelap tidur. Dan mungkin, ketika pagi terbangun kamu akan memulai hari baru, melangkah ke arah yang lebih pasti dan meninggalkan dia dibelakang sana. Oh mungkin juga tidak! Tidak semudah itu pada nyatanya, kamu akan tetap terbangun, berdiam diri dan menunggu dia datang berbalik arah kepadamu. Dan mungkin, jika waktu tiba dan pahitlah yang kau dapatkan, kamu akan tetap memohon dia kembali dan mencoba untuk membuka pintu yang sudah jelas terkunci. Kamu dan aku tidak ditakdirkan untuk menjadi orang yang bodoh. Kamu dan aku mungkin sama seperti ratusan, ribuan atau jutaan orang yang pernah kita temui. Hati tak pernah melihat rupa, ia ditakdirkan untuk merasakan sakit, senang dan nyaman atau tidaknya dia berada. Dan lagi, kamu akan merenungi semuanya, ketika gelengan kepalanya menjawab semua pertanyaan yang kamu harapkan sebuah anggukan. Kamu bukan tidak pantas! Oh, tentu bukan begitu. Tuhan menyamakan derajat kita, sayang. Dan kamu harus meyakini hal itu. 
Mungkin saja Tuhan sudah menakdirkan seseorang yang jauh lebih baik daripadanya dipersimpangan sana. Mungkin dia memiliki mata teduh yang kamu harapkan untuk dapat menenangi hatimu, atau mata elang tajamnya yang selalu dapat membuat dadamu berdegup kencang. Kamu dan aku ditakdirkan untuk menjadi orang yang kuat, mungkin itu sebabnya Tuhan meminta kita untuk menahan air mata ketika semuanya mengabur. Ini bukan lagi sebuah penolakan ataupun pengabaian, ini adalah sebuah penghargaan tentang bagaimana kita menjadi sosok yang jauh lebih baik daripada yang sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar